Apalagi, data dari laman berita marinelink.com menyebutkan bahwa dalam waktu normal, bisa lebih dari 23.000 kapal yang melewati Selat Bab al-Mandab di Laut Merah, yang memudahkan Houthi untuk memilih target yang akan mereka sasar.
Ancaman dari Houthi tersebut juga membuat perhitungan premium bisa bertambah karena banyak perusahaan asuransi pengapalan yang menyatakan kawasan Laut Merah selatan (di dekat Yaman) sebagai daerah yang berbahaya.
Selain itu, masih menurut marinelink.com, kondisi di Laut Merah juga mengakibatkan tarif harian rata-rata untuk kapal supertanker (kapasitas maksimal 2 juta barel minyak mentah), telah meningkat menjadi lebih dari 60.000 dolar AS (sekitar Rp932,29 juta) per hari pada Desember 2023.
Padahal, pada November 2023, tarif harian tersebut rata-rata masih di kisaran 40.000 dolar AS (sekitar Rp621,52 juta) per hari.
Hal itu mengakibatkan ada perusahaan pelayaran yang memilih untuk mengubah rute kapal dengan memutar lebih jauh melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Banyak pula yang akhirnya memutuskan untuk berhenti mengirim kapal ke kawasan Laut Merah karena bahaya ancaman dari serangan Houthi tersebut.
Biaya serangan militer
Selain dampak perekonomian kepada sektor pelayaran internasional, ada pula faktor lainnya yang penting untuk diungkap terkait dengan balas-membalas serangan di Laut Merah ini, yaitu biaya untuk melakukan serangan militer.
Seperti disebut laman majalah daring responsiblestatecraft.org, AS harus mengeluarkan biaya yang besar dalam rangka melaksanakan perannya sebagai "pembela utama" dari jalur pelayaran global di Laut Merah.