Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) mengaku akan menyurati Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) hingga negara-negara Islam khususnya di jazirah Arab, soal isu Palestina dan Israel.
Pasalnya, kata Wakil Ketua Umum PP Persis Prof Atip Latipulhayat, beberapa negara di kawasan tersebut diketahui menormalisasi hubungannya dengan Israel, sehingga langkah yang diambil OKI dirasakan tidak memberikan dampak nyata, bahkan tak jarang di antara negara-negara anggota sendiri terjadi ketidaksepahaman.
"Betul, ada tantangan, kalau tidak saya katakan sebagai dilema yang dihadapi oleh kita (terkait Palestina), nah tentunya Persis selepas Musykernas ini akan berkomunikasi langsung yakni dengan berkirim surat kepada OKI dan di dalamnya juga mungkin ke negara-negara Arab ya dalam hal ini," ucap Atip selepas Musyawarah Kerja Nasional (Musykernas) PP Persis di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu.
Hal ini dilakukan, kata Atip, karena dalam penilaian Persis, Palestina seperti dibiarkan sendiri, padahal negara-negara Arab bersepakat pada tahun 1967 dalam kesepakatan yang dikenal dengan Resolusi Khartoum untuk tidak pernah berdamai dengan Israel, tidak akan bernegosiasi dengan Israel, dan tidak akan memberikan pengakuan pada Israel.
"Dan semua itu dilanggar, bahkan oleh negara-negara Arab yang mengusulkannya sendiri, hingga Palestina sekarang harus sendirian," ucapnya.
Langkah ini juga, ucap Atip, sebagai usaha dari Persis untuk mengetuk hati nurani negara-negara Arab yang secara geopolitik teritorial berhubungan langsung dengan Palestina, dan dahulu berada di garis depan, bahkan tahun 1967 membuat kesepakatan resolusi Khartoum.
"Resolusi three no's itu semuanya dilanggar, Mesir membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kemudian Uni Emirat Arab, Bahrain dan beberapa negara Arab lainnya. Jadi Persis ingin mengetuk nurani dari negara-negara yang secara historis dan ideologis, mereka itu memiliki tanggung jawab tentang hal itu," ucapnya.
Pasalnya, kata Wakil Ketua Umum PP Persis Prof Atip Latipulhayat, beberapa negara di kawasan tersebut diketahui menormalisasi hubungannya dengan Israel, sehingga langkah yang diambil OKI dirasakan tidak memberikan dampak nyata, bahkan tak jarang di antara negara-negara anggota sendiri terjadi ketidaksepahaman.
"Betul, ada tantangan, kalau tidak saya katakan sebagai dilema yang dihadapi oleh kita (terkait Palestina), nah tentunya Persis selepas Musykernas ini akan berkomunikasi langsung yakni dengan berkirim surat kepada OKI dan di dalamnya juga mungkin ke negara-negara Arab ya dalam hal ini," ucap Atip selepas Musyawarah Kerja Nasional (Musykernas) PP Persis di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu.
Hal ini dilakukan, kata Atip, karena dalam penilaian Persis, Palestina seperti dibiarkan sendiri, padahal negara-negara Arab bersepakat pada tahun 1967 dalam kesepakatan yang dikenal dengan Resolusi Khartoum untuk tidak pernah berdamai dengan Israel, tidak akan bernegosiasi dengan Israel, dan tidak akan memberikan pengakuan pada Israel.
"Dan semua itu dilanggar, bahkan oleh negara-negara Arab yang mengusulkannya sendiri, hingga Palestina sekarang harus sendirian," ucapnya.
Langkah ini juga, ucap Atip, sebagai usaha dari Persis untuk mengetuk hati nurani negara-negara Arab yang secara geopolitik teritorial berhubungan langsung dengan Palestina, dan dahulu berada di garis depan, bahkan tahun 1967 membuat kesepakatan resolusi Khartoum.
"Resolusi three no's itu semuanya dilanggar, Mesir membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kemudian Uni Emirat Arab, Bahrain dan beberapa negara Arab lainnya. Jadi Persis ingin mengetuk nurani dari negara-negara yang secara historis dan ideologis, mereka itu memiliki tanggung jawab tentang hal itu," ucapnya.