Ngabila mengatakan difteri bergejala dengan membuat selaput putih di kerongkongan yang menyebabkan kelenjar getah bening membengkak, hingga menutupi jalur pernapasan dan menyebabkan seseorang dapat meninggal.
Dia menyebutkan difteri ditularkan melalui droplet atau percikan cairan tubuh, yang bisa ditularkan melalui bersin, batuk, dan air liur, yang kemudian masuk ke dalam tubuh melalui daerah yang terbuka seperti mata, hidung, dan mulut.
Gejala awal difteri, kata dia, seperti batuk dan pilek biasa, yang diikuti dengan demam. Adapun pada tahap selanjutnya, diikuti dengan sakit saat menelan dan nyeri tenggorokan.
"Kalau sudah stadium parah, maka terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan leher menyerupai leher banteng. Kalau sudah begitu, toksin sudah banyak, sehingga jalan napas tertutup dan meninggal," ujarnya.
Dalam penanganan difteri, kata Ngabila, tidak dapat dilakukan hanya dengan inkubasi atau isolasi secara mandiri seperti penyakit lainnya, karena selaput putih yang menutupi saluran pernapasan tersebut mudah berdarah. Sehingga penanganan dengan "melubangi" leher perlu dilakukan oleh dokter yang ahli di bidangnya untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Oleh sebab itu, sambungnya, tata laksana penanganan difteri berbeda dengan penyakit menular lainnya, di mana suspek difteri secara langsung tergolong sebagai pasien difteri, agar penanganan terhadap penyakitnya tidak terlambat.
"Demikian juga dengan orang di sekitarnya, segera setelah adanya suspek diberlakukan swab dengan kontak erat, pemberian antibiotik selama tujuh hari, dan melengkapi dosis imunisasi difterinya," tambahnya.
Untuk itu, Ngabila mengimbau kepada seluruh masyarakat jika menemukan seseorang dengan gejala tersebut agar melapor ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat untuk pertolongan yang lebih cepat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cegah dampak difteri, Kemenkes imbau warga lakukan vaksinasi lengkap
Vaksinasi difteri lengkap untuk cegah penyakit difteri
Senin, 9 Oktober 2023 11:45 WIB