Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Prof Laksono Trisnantoro menyebut payung hukum untuk pengembangan robotic surgery diatur dalam ketentuan telemedisin di Indonesia.
Salah satunya berkaitan dengan risiko malapraktik akibat kegagalan peralatan maupun gangguan transmisi teknologi informasi. Hal itu masih dalam pembahasan intensif para pakar dari sejumlah negara pengguna, seperti Amerika Serikat, Swedia, serta Iran.
Sebagai contoh, kemampuan robotic surgery sangat bergantung pada frekuensi jaringan teknologi informasi atau bandwidth yang disediakan operator telekomunikasi. Saat frekuensi itu terputus sekian detik saja, bukan tidak mungkin bisa berakibat fatal pada pasien yang menjalani bedah.
Payung hukum tersebut memuat pihak penanggung jawab atas kelalaian, baik itu dari pihak produsen robot maupun dokter yang mengoperasikan alat. Selain itu, juga dibahas tentang izin praktik dari operator robot.
Karena itu, diharapkan payung hukum yang kuat dapat meningkatkan kepercayaan publik pada perangkat robot bedah.
Biaya robotic surgery yang relatif mahal juga memberi tantangan bagi negara pengguna. Sebagai gambaran, satu unit perangkat robot bedah impor dibanderol Rp10 miliar per unit, sedangkan tarif layanan ditaksir berkisar 200 persen lebih mahal dari penanganan konvensional.
Kemenkes sedang mempersiapkan skema pembiayaan robotic surgery melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan saat seluruh uji coba proyek telah rampung.
Proyek pengembangan robotic surgery yang ditargetkan rampung di Indonesia paling lambat 2025 masih memerlukan kerja sama serius dengan perusahaan penyedia perangkat telekomunikasi hingga pelatihan bagi tenaga medis.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Selamat datang di era robotic surgery
Spektrum - Selamat datang era "robotic surgery"
Sabtu, 3 Juni 2023 12:07 WIB