JAKARTA (ANTARA) - Raden Adjeng Kartini yang hidup pada pengujung abad 19 hingga awal abad 20 berjuang untuk dipenuhinya hak-hak perempuan, utamanya pada akses pendidikan yang kemudian dikenal dengan istilah emansipasi wanita.
Terinspirasi oleh Kartini (1879--1904), wanita Indonesia hingga abad ke-21 masih gigih memperjuangkan kesetaraan gender. Jika semua akses telah dibuka, tidak ada larangan dan halangan bagi perempuan untuk berkiprah dalam segala bidang, apakah isu kesetaraan gender masih relevan untuk terus disuarakan?
“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Indonesia merdeka dan berdiri sendiri." Sebuah penggalan kalimat tulisan R.A. Kartini dalam kumpulan surat-suratnya yang dibukukan di kemudian waktu.
Sayang, wanita Jepara itu tidak berumur panjang sampai bisa menyaksikan buah dari perjuangannya. Kini, hingga tujuh dekade lebih pemerintah Indonesia secara konsisten mengadopsi cita-cita mulia R.A. Kartini dalam implementasi berbagai kebijakan.
Emansipasi wanita dalam konteks kekinian lantas populer menjadi isu kesetaraan gender. Meski keduanya adalah hal yang berbeda.
Mengutip laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA) arti dari emansipasi adalah memberikan hak yang sepatutnya diberikan kepada orang atau sekumpulan orang di mana hak tersebut sebelumnya dirampas atau diabaikan dari mereka. Emansipasi wanita pada prinsipnya memberikan seluruh hak dasar manusia (human right) kepada wanita.
Sedangkan gender lebih mengarah pada pembedaan peran, atribut, sifat, sikap, dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Maka kesetaraan gender adalah suatu keadaan setara yang mana antara pria dan wanita dalam hak (hukum) dan kondisi (kualitas hidup) adalah sama.
Sejauh ini pengarusutamaan gender masih menjadi fokus kebijakan di banyak kementerian dan institusi pemerintah demi mengafirmasi dan memfasilitasi perempuan menggapai kesetaraan. Bahkan dibentuk kementerian khusus yang menangani masalah pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan.