Bandung (ANTARA) - Dulu, anak-anak di Indonesia sebelum menginjak usia 17 tahun, belum memiliki kartu identitas secara mandiri layaknya orang dewasa. Padahal, anak-anak memiliki hak yang sama seperti halnya warga negara Indonesia yang dewasa. Tapi kini, anak-anak juga berhak memiliki identitas mandiri, yakni Kartu Identitas Anak (KIA).
Hak konstitusional anak-anak kini telah dijamin dengan diterbitkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pemerintah menjamin hak anak melalui penerbitan Kartu Identitas Anak (KIA) dengan aturan pelaksana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak.
Permendagri itu telah diterjemahkan oleh pemerintah daerah di Indonesia untuk menerbitkan KIA, termasuk Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, yang gencar melaksanakan program penerbitan KIA untuk anak-anak.
Langkah itu dilakukan karena masyarakat atau orang tua masih banyak yang mengesampingkan hak administratif anak-anak, termasuk menunda-nunda pembuatan akta kelahiran anak sebelum itu diperlukan.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung mencatat per tahun 2022 ada sebanyak 2.545.005 jiwa yang berdomisili di Kota Bandung. Dari jumlah tersebut, sebanyak 642.854 jiwa di antaranya merupakan anak-anak berusia di bawah 17 tahun. Dengan jumlah itu, Pemerintah Kota Bandung perlu mencari cara agar orang tua atau anak-anak tertarik untuk membuat KIA.
Dimulai dari sekolah
Sekolah merupakan tempat anak-anak banyak menghabiskan waktunya. Sehingga tak heran sarana pendidikan itu dijadikan sebagai sasaran sosialisasi pembuatan KIA oleh jajaran Pemkot Bandung.
Fasilitas pendidikan yang berada di bawah naungan Pemkot Bandung hanya sampai jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Oleh karena itu, langkah pertama sosialisasi pembuatan KIA itu bermula dari tingkat SMP.