Bandung (ANTARA) -
Salah seorang peserta Petani Milenial yang menggarap usaha tanaman hias, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rizky Anggara menyampaikan kekecewaan terhadap Program Petani Milenial yang digagas oleh Pemprov Jawa Barat, dengan tujuan menciptakan petani muda dan mengatasi krisis pangan.
Dengan mengikuti Program Petani Milenial, Rizky dan peserta lainnya yang tergabung dalam angkatan pertama program ini harus terlilit utang bank akibat tidak mendapatkan pembayaran hasil panennya dari offtaker (pembeli)
"Nama kami kotor di perbankan diakibatkan offtaker ini tidak membayar hasil panen kami. Itu harusnya dibayar bulan Agustus 2022, sampai Februari ini offtaker tidak mampu membayar hasil panen kami, yang seharusnya uang itu untuk membayarkan ke BJB," kata Rizky Anggara, ketika dihubungi wartawan, Rabu.
Dalam menggagas usahanya, Rizky Anggara berdiri bersama 19 peserta lain yang berasal dari seluruh penjuru Jawa Barat.
Sejak awalnya, dirinya telah merasakan kejanggalan sejak awal penandatanganan kerja sama (PKS) dengan pihak PT Agro Jabar sebagai Avalist hingga CV. Minaqu Indonesia sebagai offtaker di saat peluncuran Petani Milenal di Lembang, Kabupaten Bandung Barat pada 28 Juli 2021.
Dirinya diminta menandatangani perjanjian itu padahal belum mengetahui isinya seperti apa.
Dia mengatakan permasalahan mulai muncul sejak awal realisasi skema budidaya tanaman hias dikarenakan oleh pengiriman indukan tanaman hias yang akan dibudidayakan mengalami keterlambatan yang berdampak kepada molornya massa panen.
Selain terlambat, lanjut Rizky, indukan tanaman hias yang didapatkan ternyata tidak sesuai dengan harapannya.
Kemudian kekecewaan akan Program Petani Milenial dimulai pada masa panen kedua di bulan Maret 2022 karena pihaknya tidak mendapatkan pembayaran hasil panen dari offtaker.
"Hasil panen kedua itu meningkat menjadi 5.540 tanaman, pertanaman itu Rp50 ribu, kalikan saja berapa nilainya. Namun sayangnya, kami tidak dapat uangnya, dan 18 Maret 2022 dilaksanakan rapat evaluasi pasca panen," kata dia.
Pihaknya tidak mendapatkan apapun karena uangnya pun masih ghaib.
"Sepulang rapat, ada salah satu teman kami yang ingin mengundurkan diri saking jengkelnya," katanya.
Puncak kekecewaan Rizky terjadi pada bulan 21 Juli 2022 dan pada sebuah rapat evaluasi, CV. Minaqu Indonesia memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak yang berakhir di tanggal 28 Juli 2022.
Dari hasil evaluasi, setidaknya ada 6.000 tanaman hias yang masih belum terjual.
Rizky menuturkan, Program Petani Milenal yang dijalankan menggunakan skema pinjaman dari salah satu bank daerah.
Adapun masing-masing mendapatkan dana sebesar Rp50 juta yang pengembaliannya diatur oleh PT. Agro Jabar sebagai Avalist.
Selain itu, serapan produk tanaman hias juga telah dijamin dengan hadirnya offtaker CV. Minaqu Indonesia namun skema manis itu berjalan tidak sesuai harapan bahkan menimbulkan polemik.
"Kalau total yang tidak dibayarkan offtaker itu Rp1,3 milliar. Kami dikejutkan pula dengan adanya surat peringatan ke dua dari bank terkait utang kami yang diterima oleh salah satu rekan kami," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan Pemprov Jawa Barat siap menjembatani permasalahan yang dihadapi oleh Petani Milenial tersebut.
"Kalau pun ada permasalahan, kami dari pihak provinsi siap mempertemukan. Siap menyelesaikan. Jangan mudah putus asa. Kalau pun ada permasalahan jangan hanya diam, menyalahkan yang lain. Komunikasi dong dengan kami, dengan pemerintah," kata Uu Ruzhanul Ulum.
Wagub Uu Ruzhanul menuturkan seharusnya peserta Program Petani Milenial bersyukur bisa menjadi bagian dalam program yang digagas oleh Pemprov Jawa Barat.
"Seharusnya Petani Milenial itu bersyukur, pertama dia diberikan pelatihan, kemudian diberikan kemudahan dalam MoU dengan perusahaan lain. Ketiga diberikan kemudahan mendapatkan kredit," kata dia.