Pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa, menanggapi pernyataan Bupati Cianjur Herman Suherman yang menyatakan ada 600 korban meninggal dunia, karena sebagian besar tidak terdata.
"Dalam konteks korban bencana, nggak ada yang namanya korban tidak terdata. Kalau korban tidak terdata, lalu siapa korbannya? Itu nggak ada itu," ujar Abdul.
Abdul menjelaskan terdapat tiga kriteria korban bencana yakni korban tewas, korban luka, korban hilang. Pada korban hilang, bukan berarti hilang dan tidak ada datanya.
"Kita tahu siapa yang hilang ini, keluarga siapa, hilangnya dimana, kemudian KK, kartu keluarga, Dukcapilnya bagaimana. Nah karena ada identitas ini itu masuk dalam daftar pencarian dari Basarnas, yang delapan (orang hilang) ini," kata Abdul.
Dia menjelaskan sebanyak 335 orang korban meninggal dunia dalam kejadian gempa Cianjur telah ada jasadnya, juga ada yang sudah dikubur oleh keluarga dengan ada surat keterangan kematiannya.
Menurut dia, korban bencana meninggal adalah korban yang sudah teridentifikasi secara DVI, forensik, maupun melalui surat keterangan kematian oleh keluarga yang diurus ke fasilitas kesehatan setempat atau kantor desa setempat. Sehingga jika sudah ada surat kematiannya, nanti data dukcapilnya pun bisa dimutakhirkan.
"Kalau tidak ada surat keterangan kematian, kan enggak bisa di data dukcapilnya.Nanti orang yang sudah meninggal tetap dianggap hidup, kalau tidak ada surat keterangan kematian," ujar dia.
Abdul kembali menegaskan dasar resmi data untuk penanggulangan bencana itu data BNPB.
"Jadi kalau bupati bilang korban tidak terdata selama itu tidak terdaftar, belum bisa disebut korban. Wong datanya aja nggak ada, gimana disebut korban," ujar Abdul.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNBP imbau ahli waris korban gempa Cianjur urus surat kematian