"Indikasi penyelenggaraan KTT G20 berjalan sukses terlihat dari hampir semua kepala negara dan pemerintahan (anggota G20) serta pimpinan organisasi internasional hadir," kata Hikmahanto dalam keterangannya di Jakarta Jumat.
Selain itu, selama penyelenggaraan KTT G20 keamanan terkendali, ditambah lagi berbagai program dari tiga fokus tema yang diusung oleh Indonesia selama 1 tahun berhasil diimplementasikan dan disepakati.
"Presiden Jokowi mendapat apresiasi dari dunia terkait dengan penyelesaian perang di Ukraina meski masih berlangsung," kata Hikmahanto.
Indikator lainnya, lanjut Hikmahanto, banyaknya pertemuan bilateral di sela-sela KTT G20, termasuk pertemuan bilateral antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping yang berkomitmen untuk bersaing tanpa melibatkan penggunaan senjata dan kekerasan
"Tidak ada negara yang kehilangan muka dalam Leaders' Declaration meski Rusia mendapat kecaman dari sebagian anggota G20 yang merujuk pada Resolusi Majelis Umum mengingat dalam deklarasi disebutkan bahwa Forum G20 bukan tempat pembahasan masalah politik," ucap Hikmahanto.
Ketika ditanya apa yang perlu ditindaklanjuti dari Indonesia setelah KTT G20, Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi harus memberikan nasihat dan masukan kepada India sebagai presidensi atau penyelenggara KTT G20 berikutnya.
Bukti Keberhasilan G20 Indonesia
Sementara itu Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyebut Bali Leaders’ Declaration menjadi bukti keberhasilan Presidensi G20 Indonesia dalam melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali.
“Banyak catatan kemarin, bagaimana dinamika sangat tinggi sampai dengan hasil akhir. Tidak ada yang menyangka bahwa kita keluar dengan satu hasil deklarasi,” katanya dalam diseminasi Laporan Nusantara serta Peluncuran Buku Manufaktur dan Pariwisata yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, deklarasi tersebut juga menjadi keberhasilan dari kepemimpinan Indonesia yang netral sehingga menjadi modal bagi pemimpin negara-negara lain di G20 yang menerimanya.
Pasalnya, lanjut dia, pertemuan-pertemuan engagement group ataupun pertemuan para menteri G20 selepas terjadi konflik di Ukraina tidak dapat menghasilkan satu komunike, konsensus, ataupun deklarasi.
“Pertemuan-pertemuan itu hanya menghasilkan kesimpulan, remarks, atau rekomendasi,” kata Dody.
Dari hasil KTT G20 ia menyebut pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan perlu dicapai dalam jangka pendek hingga menengah dan panjang.
Dalam jangka pendek, lanjutnya, konflik geopolitik dan pandemi COVID-19 yang berdampak terhadap perekonomian dunia perlu diantisipasi, terutama oleh Indonesia.
“Menurut catatan KTT G20, kita memasuki tahun 2023 dengan kondisi yang tidak baik-baik saja, artinya sudah terjadi fragmentasi dari sisi perdagangan, ekonomi, keuangan, dan kebijakan, yang berdampak menengah dan panjang,” ucap Dody.
Inflasi yang berpotensi tetap tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat perlu diwaspadai terus terjadi pada tahun yang akan datang.
“Ini tentunya harus dipandang sebagai salah satu yang harus kita waspadai. Kalau ekonomi melambat, suku bunga meningkat, inflasi stabil tinggi, mungkin ini akan menjadi ancaman,” ujar Dody.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: Indonesia berhasil jadi tuan rumah KTT G20