Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia tidak perlu menggubris tuduhan Amerika Serikat (AS) tentang pelanggaran privasi di aplikasi PeduliLindungi.
“Indonesia perlu memberi pelajaran kepada AS dengan cara tidak menggubris tuduhan AS terkait aplikasi PeduliLindungi,” ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sudah saatnya Indonesia tidak mengekor apa yang diinginkan oleh negara besar, termasuk AS, dalam menjalankan kedaulatannya.
Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani itu mengatakan Indonesia dinilai oleh pemerintah AS berpotensi melanggar HAM dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Tuduhan sepihak AS itu didasarkan pada laporan LSM Indonesia tanpa menyebut secara jelas nama LSM tersebut. Indonesia pun tidak diberi kesempatan untuk membela diri sebelum laporan dirilis, kata dia.
Ia mengatakan tindakan AS itu merupakan perilaku AS di berbagai belahan dunia.
AS seolah menjadi hakim dunia yang menentukan benar-salah kebijakan suatu negara padahal dasar untuk melakukan hal itu sangat meragukan, kata Hikmahanto.
Tuduhan telah terjadi pelanggaran HAM di Indonesia sama dengan tuduhan AS bahwa Rusia melanggar integritas wilayah Ukraina, kata dia.
“Pemerintah Indonesia, mulai dari Menko Polhukam, Kemlu hingga Kemenkes telah melakukan bantahan. Bahkan Menko Polhukam telah menyampaikan bahwa di AS sendiri telah terjadi pelanggaran HAM,” kata dia.
Apa yang disampaikan oleh Menko Polhukam sangat tepat. AS seolah memiliki otoritas untuk menyatakan negara lain salah, namun tidak bila dilakukan oleh dirinya sendiri, kata dia.
“Salah satu buktinya adalah ketika AS melawan teror. Pemerintah AS melakukan penyadapan terhadap pembicaraan semua warga yang ada di AS. Kebijakan ini tentu dibenarkan demi keamanan AS,” ujar Hikmahanto.