ANTARAJAWABARAT.com,3/2 - Pakar dan peneliti tsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menyatakan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia perlu dievaluasi terutama terkait waktu kedatangan (lifetime) pasca gempa pemicu bencana alam itu.
"Lifetime atau waktu tiba tsunami di daratan dengan di pulau terdekat dengan pusat gempa pasti berbeda, di pulau terluar jauh lebih cepat mungkin di bawah tujuh menit. Itu tidak bisa dikejar dengan sistem yang ada saat ini yang pengumumannya adanya tsunami paling cepat delapan menit ke atas," kata Eko Yulianto ketika ditemui di sela-sela Geo Seminar Geologi dan Arkeologi Gunung Purba Jawa Barat di Bandung, Jumat.
Menurut Eko, evaluasi dan perlunya mekanisme peringatan dini yang lebih cepat di daerah kepulauan terluar perlu dilakukan secepatnya untuk menghindari adanya kesalahan pemahaman masyarakat terkait waktu tiba tsunami yang justeru lebih cocok untuk penduduk di pantai kepulauan besar.
Ia mencontohkan, kejadian tsunami yang terjadi di Pulau Padai di kawasan Kepulauan Mentawai, tsunami yang datang ke pantai di kepulauan itu lebih cepat di bawah tujuh menit pada kejadian tsunami 25 Oktober 2010.
"Memang ada peringatan dini yang disampaikan melalui media massa, namun terlambat untuk Pulau Padai karena berada di kepulauan terdekat ke sumber gempa dan tsunami datang dibawah tujuh menit," kata Eko.
Ia menyebutkan, waktu untuk membaca alat pendeteksi gempa sekitar dua menit, pelaporan ke BMKG sekitar dua menit, dan waktu tayang di media massa paling cepat pada menit ke-7 atau menit ke-8. Hasilnya tidak bisa mengingatkan di kepulauan terdekat dengan pusat gempa.
"Saya kira perlu dievaluasi kembali untuk mempercepat lifetime tsunami, sehingga penduduk di pulau terluar bisa mendapatkan informasi sesegera mungkin di bawah tujuh menit," kata Eko.
Ia menyebutkan, BMKG selalu menjadi tertuduh manakala sistem peringatan dini dari lembaga itu dianggap terlambat. Padahal selama ini menurut Eko mekanisme yang dipakai BMKG sudah sangat maksimal.
Menurut Eko, BMKG perlu melakukan melengkapi sistem peringatan dini, tidak menunggu angka kekuatan gempa namun melakukannya dengan mengeluarkan secara kualitatif dengan kategori besar, sedang dan kecil.
"Saya kita sistem itu bisa dilakukan, sehingga pelaporan dan sistem peringatan dini untuk penduduk di pulau terdekat sumber gempa bisa lebih cepat," kata Eko Yulianto menambahkan.
Syarif A