Sementara Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Sulityowati Irianto menambahkan bahwa Indonesia membutuhkan instrumen hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan, namun pada praktiknya justru banyak kebijakan daerah yang diskriminatif dan berlawanan dengan kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Komnas Perempuan rekomendasikan kasus video asusila di Garut dihentikan
Selain itu literasi hukum masyarakat Indonesia pun masih kurang sehingga terdapat banyak problematika dalam proses pembuatan produk hukum.
Prof. Sulistyowati mengatakan masyarakat masih banyak miskonsepsi terkait isi dari Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.
Dia menegaskan bahwa kekerasan seksual terjadi karena ketiadaan persetujuan dan relasi kuasa dan dua unsur tersebut yang perlu ditekankan dalam rangka menghapus kekerasan seksual.
Sementara normalisasi kekerasan seksual terjadi karena masyarakat kurang peka terhadap isu-isu kekerasan yang dialami perempuan sehingga menghambat proses penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan menambahkan bahwa sikap masyarakat merupakan penopang terbaik dari pemulihan korban dan akses keadilan bagi korban kekerasan.
Baca juga: Komnas Perempuan: pemberitaan prostitusi online berlebihan
Kasus kekerasan naik dua kali lipat dibanding 2020, sebut Komnas Perempuan
Senin, 13 Desember 2021 17:13 WIB