Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI Widyawati mengemukakan dugaan kebocoran data pengguna aplikasi "Electronic Health Alert Card" (eHAC) lama masih memerlukan pembuktian digital forensik.
"Ini adalah baru dugaan kebocoran. Karena sebuah insiden kebocoran baru 100 persen bisa dikatakan bocor jika sudah ada hasil audit digital forensik," kata Widyawati saat memandu konferensi pers secara virtual yang dipantau dari kanal YouTube Kemenkes RI, Selasa.
Widyawati mengatakan laporan terkait dugaan peristiwa itu masih dalam proses penelusuran sejumlah pihak terkait dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) maupun lembaga hukum lainnya.
Seperti diketahui, bahwa aplikasi eHAC memuat sejumlah data pengguna terkait status vaksinasi, tes COVID-19 hingga riwayat perjalanan transportasi udara maupun kunjungan ke berbagai tempat.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Anas Ma'ruf memastikan bahwa data eHAC yang lama sudah tidak terhubung dengan data di aplikasi PeduliLindungi.
"Terkait eHAC lama sedang kita lakukan mitigasi, penelusuran audit forensik bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait," katanya.
Anas mengatakan Surat Edaran Kemenkes No HK.02.01/Menkes/847/2021 tentang digitalisasi dokumen kesehatan bagi pengguna transportasi udara yang terintegrasi dengan PeduliLindungi telah mendorong integrasi data eHAC lama kepada platform tunggal aplikasi PeduliLindungi yang kini dikelola Kemenkominfo.
"Aplikasi eHAC yang lama yang sudah tidak digunakan lagi sejak 2 Juli 2021," katanya.
Sebagai gantinya, kata Anas, perlindungan terhadap pelaku perjalanan dialihkan kepada aplikasi PeduliLindungi yang dijaga keamanannya oleh Pusat Data Nasional dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Baca juga: Kominfo pastikan investigasi dugaan kebocoran data aplikasi eHAC
Baca juga: Aplikasi eHAC diduga kebocoran 1,3 juta data pengguna
Baca juga: Kemenkes: Dugaan kebocoran data terjadi pada aplikasi eHAC yang tak digunakan