Bandung, 17/2 (ANTARA) - Sekitar 2.280 pengrajin tahu dan tempe di Jawa Barat terancam gulung tikar akibat kenaikan harga kacang kedele dalam sebulan terakhir.
Kenaikan harga kacang kedele impor memberatkan pengrajin tahu dan tempe.
"Dari sekitar 7.600 pengrajin sekitar 30 persennya atau 2280 pengrajin terancam gulung tikar," kata Ketua Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Barat, Asep Nurdin di Bandung, Kamis.
Ia menyebutkan, untuk pengenaan bea masuk bahan baku sebesar lima persen di awal 2011, mengakibatkan harga harga bahan baku makanan termasuk kacang kedele naik signifikan.
Ia menyebutkan harga kacang kedele impor saat ini berkisar Rp6.100 hingga Rp6.500 per kilogram atau naik signifikan dibanding harga sebelumnya di kisaran Rp5.000. Akibatnya para pengrajin menjerit dengan kenaikan harga bahan baku itu.
Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku itu pengrajin tahu harus mengurangi produksi atau memperkecil ukuran tahu dan tempe.
"Tahu yang sebelumnya 5x5 centimeter menjadi lebih kecil. Produksi rata-rata sudah diturunkan sekitar 30 persen dari 50-60 kilo jadi 30-45 kg per hari," kata Nurdin.
Para pengrajin mengaku kuatir bila tidak mengurangi produksi dikuatirkan produk mereka tidak laku karena daya beli turun.
"Sejauh ini belum ada kenaikan harga tahu atau tempe, sementara harga jual antara 400 hingga 600 per buah. Tak ada kenaikan, bila dinaikan justeru bisa tidak laku," katanya.
Asep Nurdin menyebutkan saat ini ada beberapa pengrajin terutama pengrajin kecil gulung tikar. Salah satunya di sentra tahu Desa Cangkuang Kabupaten Bandung.
"Mereka pengrajin musiman yang mencoba bertahan karen tak ada pekerjaan lain," katanya.
Kesulitan untuk menggunakan kedele lokal dialami oleh pengrajin tempe. Hal itu dikarenakan mereka tidak bisa menggunakan kedele lokal untuk produksinya. Berbeda dengan tahu yang masih bisa menggunakan kedele lokal.
"Yang dikuatirkan kondisi ini dimanfaatkan oleh perusahaan besar untuk produksi tahu dan tempe, bila itu terjadi pengrajin kecil bisa lebih kesulitan," kata Ketua Kopti Jabar itu menambahkan.
Syarif A