Depok (ANTARA) - Program Doktor Ilmu Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan sidang terbuka promosi Doktor dengan promovendus drg. Chaerita Maulani, Sp.Perio yang dinyatakan lulus dan merupakan Doktor ke-121 FKG UI.
"Kebaruan dari disertasi ini adalah ditemukannya hubungan antara virus Epstein-Barr dengan periodontitis; didapatkan distribusi frekuensi polimorfisme interferon gamma pada periodontitis; ditemukan hubungan polimorfisme interferon gamma dengan kadar interferon gamma dan dengan periodontitis serta diperoleh indeks prediksi periodontitis yang dapat dipakai oleh dokter gigi untuk menentukan probabilitas keparahan periodontitis," ujar Dr. Chaerita Maulani dalam keterangannya di Depok, Sabtu.
Chaerita menyampaikan disertasi yang berjudul "Penentuan Indeks Prediksi Periodontitis: Virus Esptein-Barr, Polimorfisme Gen Interferon Gamma, Kadar Interferon Gamma, Sosiodemografis dan Parameter Klinis". Ia dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (3, 97).
Ia mengatakan Virus Eptein-Barr merupakan golongan herpesvirus dengan prevalensi tinggi yang dapat ditemukan pada poket periodontal. Keberadaan virus Epstein-Barr diduga dapat meningkatkan keparahan periodontitis.
Disertasi Dr. Chaerita membahas tentang Periodontitis yang dikenal sebagai penyakit radang kronis dengan penyebab yang multifaktorial.
Salah satu sebab umum periodontitis yang telah terbukti berperan terhadap periodontitis adalah mikroorganisme bakteri. Selain itu dalam tiga dekade terakhir, peran virus baru mulai dikenal sebagai penyakit radang kronis.
Menurutnya, faktor lain yang mempengaruhi periodontitis adalah polimorfisme gen interferon gamma. Dalam penelitiannya, polimorfisme gen posisi +874T/A dapat mempengaruhi kadar interferon gamma dan dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap periodontitis.
Interferon gamma merupakan respon imun tubuh yang berperan terhadap infeksi virus dan bakteri seluler. Kadar interferon gamma terdeteksi meningkat pada pasien dengan periodontitis dibandingkan subjek dengan periodontal sehat.
"Faktor-faktor sosiodemografis seperti usia, jenis kelamin dan faktor parameter klinis yaitu obesitas, merokok dan kebersihan mulut yang diukur dengan oral hygiene index, merupakan faktor risiko periodontitis," jelasnya.
Chaerita menjelaskan bahwa dilakukan analisis untuk menentukan faktor prediksi mana yang paling berperan. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ditemukan peran virus Epstein-Barr pada periodontitis, namun secara klinis deteksi virus Epstein-Barr ditemukan lebih tinggi pada periodontitis berat dibandingkan periodontitis ringan.
Hasil analisis dari berbagai faktor ditemukan bahwa pasien laki-laki; oral hygiene index ≥ 1,3; memiliki genotip AA atau TT; mempunyai kadar interferon gamma ≥ 141,27 pg/ml, memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena periodontitis.
"Kumpulan faktor-faktor yang berpengaruh ini dibuat dalam sebuah indeks prediksi yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan periodontitis dan probabilitas pasien terkena periodontitis yang lebih parah," ujarnya.
Baca juga: Fatimah Maria raih gelar Doktor FKG UI dengan nilai sempurna
Baca juga: Fadjroel Rachman raih gelar Doktor Ilmu Komunikasi FISIP-UI
Baca juga: Doktor Psikologi UI teliti interaksi Ibu-Anak 'down syndrome'