Bogor (ANTARA) - IPB University bekerja sama dengan beberapa lembaga mitra menyelenggarakan webinar bertajuk "2nd Generation of Bioethanol from Lignocellulosic Materials" yang membicarakan perkembangan bahan bakar alternatif bioetanol dari bahan baku limbah agroindustri.
Siaran pers IPB University yang diterima di Bogor, Kamis, menyebutkan webinar tersebut diselenggarakan Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian (TIN Fateta) IPB University bekerja sama dengan Asosiasi Agroindustri Indonesia, Halal Science Center IPB University, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Ketua Divisi Bioindustri Departemen TIN Fateta IPB University, Prof Khaswar Syamsu, mengatakan, pemerintah masih mengupayakan pengembangan sumber energi alternatif dari bahan baku sumber daya berkelanjutan, salah satunya adalah bioetanol.
Menurut Khaswar, pembuatan bioetanol sebagai sumber bahan bakar alternatif ini masih menghadapi kendala yakni bersaing dengan industri pangan, karena bahan bakunya seperti sawit, singkong, dan molase, adalah bahan baku pangan.
"Biaya produksinya juga belum ekonomis, karena masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga bahan bakar minyak (BBM)," katanya.
Khaswar menjelaskan, limbah agroindustri yang disebut "lignocellulosic biomass" ini cukup tersedia dengan harga yang murah dan dapat dimanfaatkan untuk menekan kompetisinya bagi kebutuhan pangan. "Dimanfaatkannya limba agroindsutri ini dapat juga menurunkan biaya produksi serta mengurangi limbah," katanya.
Kendala utamanya, kata dia, adalah prosesnya cukup lama dan sulit, terutama untuk menghilangkan lignin serta menghidrolisa selulosa menjadi gula.
Menurut dia, solusinya dengan menggunakan metode silmutaneous saccharification and fermentation (SSF) untuk mempercepat proses hidrolisa. Metode tersebut diterapkan untuk meningkatkan produksi bioethanol secara langsung dari sweet sorgumbagasse menggunakan kapang dan khamir.
"Dari hasil penelitian, dapat menghasilkan produk bioetanol lebih tinggi dibandingkan cara konvensional," katanya.
Sementara itu, Peneliti dari Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Euis Hermiati, mengatakan, penelitian terkait fraksionasi atau pretreatment pada biomassa saat ini masih diminati, yakni terlihat dari jumlah publikasi yang meningkat.
Menurut Euis, penggunaan material lignocelulosa dalam produksi bioetanol juga dapat mengatasi kompetisi antara industri bahan bakar dan pangan. "Umumnya, metode fraksionasi lebih optimal untuk mengembangkan potensi bioproduk dan bioenergi," katanya.
Baca juga: Harga biodiesel naik per 1 September
Baca juga: GARUT MILIKI PABRIK BIOETANOL DI CIKELET
Baca juga: WARGA GARUT MINATI KOMPOR BIOETANOL