Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan perlu adanya pembinaan petani garam di daerah-daerah untuk memaksimalkan produksi garam rakyat secara optimal, sehingga mampu menekan kebutuhan impor komoditas garam.
“Saya mohon ada pembinaan kepada para petani garam agar dimasukkan dalam perpres atau neraca komoditas, karena produksi petani garam kita ini memang kurang bagus,” kata Moeldoko saat menghadiri rapat koordinasi secara virtual mengenai Pengaturan Importasi Garam bersama dengan jajaran kementerian terkait di Gedung Bina Graha Jakarta pada Rabu.
Moeldoko mencontohkan beberapa situasi dimana para petani garam lokal mengabaikan kualitas garam dengan memanen produk garam mereka lebih cepat dari waktu panen yang dianjurkan.
Alasan para petani untuk memanen lebih cepat tidak lain adalah masalah kebutuhan ekonomi. Padahal, kata dia, memanen garam lebih cepat dari waktunya akan membuat garam berkualitas buruk.
Moeldoko lebih lanjut meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meninjau kembali kebijakan mengenai pembinaan para petani garam lokal. Dia juga menekankan pentingnya pembangunan fasilitas pencucian garam atau washing plant untuk industri-industri pengimpor garam.
Washing plant adalah serangkaian mesin yang digunakan untuk mencuci dan memurnikan garam. Teknologi ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri sehingga mampu menyerap produksi garam rakyat dan meningkatkan harga jual garam, serta membangun akses pasar garam berbasis ekonomi rakyat.
“Pengendalian impor garam akan sangat membantu dan memberikan kepastian kepada petani garam kita. Oleh karenanya penting untuk dibahas dan dikalkulasi dengan baik,” lanjut Moeldoko dalam siaran pers.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama jajaran menteri terkait melaksanakan rapat terbatas pada Oktober 2020 mengenai impor garam bagi industri makanan dan industri lain yang membutuhkan garam, dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01 persen, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam, khususnya jenis aneka pangan, tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam pun hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Karena kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri itulah, maka Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah akan terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja No. 11/ tahun 2020.
Baca juga: PT Agro Jabar siap serap produksi garam petani lokal
Baca juga: Garam rakyat di Cirebon produksi 2018-2019 tidak terjual
Baca juga: Sedih, garam rakyat petani Cirebon tak laku di jual di pasaran