Jakarta (ANTARA) - Batik Pagi-Sore yang populer dengan dua motifnya disebut oleh perancang busana Didiet Maulana sebagai bagian dari sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan, sebab kain ini bisa memberikan dua tampilan sekaligus.
Batik Pagi-Sore merupakan istilah untuk kain batik yang memiliki dua motif. Dalam sebuah kain batik terdapat dua motif di mana keduanya bertemu pada bagian tengah kain secara diagonal ataupun horisontal.
Batik ini cukup diminati masyarakat karena dalam satu hari cukup menggunakan satu kain batik saja. Misalkan pada pagi hari menggunakan motif di sisi kanan dan sorenya di sisi lain sehingga terkesan mengenakan dua kain yang berbeda.
"Sekarang ini kan di dunia lagi heboh sustainable fashion, di mana kalau bisa kita tidak mengkonsumsi atau mengurangi pembelian busana. Orangtua jaman dulu sudah sadar akan hal ini," kata Didiet dalam acara "Jelajah Virtual Batik Tiga Negeri Lasem", Jumat.
Didiet mengatakan masyarakat tempo dulu sudah menyadari pentingnya hidup berkelanjutan meski dalam situasi yang berbeda. Bagi Didiet, konsep Batik Pagi-Sore sangat berhubungan erat dengan kampanye fesyen berkelanjutan yang sedang digaungkan seluruh dunia.
"Kain Pagi-Sore adalah salah satu cara mereka untuk menerapkan sustainability fashion. Bayangkan dalam satu kain bisa memberikan dua tampilan, hari ini beda besok beda dan ini sebuah langkah penghematan dan juga langkah yang smart dan brilian," ujar Didiet.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Batik Pagi-Sore sudah ada sejak tahun 1930 di Pekalongan, Jawa Tengah. Desain batik ini sangat populer pada masa penjajahan Jepang karena saat itu kesulitan hidup membuat masyarakat harus menghemat.
Pada saat itu, harga kain batik sangat mahal karena dipengaruhi oleh kain mori dan obat pewarna yang langka karena jalur perdagangan terputus karena dampak perang dunia II.
Warna yang lebih gelap biasanya dipakai di bagian luar pada pagi dan siang, sedangkan warna pastel dipakai pada acara malam hari. Pola Pagi-Sore menggambarkan suasana saat itu di mana kain sangat terbatas sehingga pembatik memiliki banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan ragam hias yang padat.
Baca juga: Ekspor batik melejit di tengah pandemi corona
Baca juga: Masker dan daster jadi produk batik terlaris di toko daring
Baca juga: Perajin batik "berkawan" dengan dunia digital demi bertahan di era pandemi