Jakarta (ANTARA) - Pemprov DKI Jakarta hanya membolehkan 11 sektor esensial atau vital yang beroperasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total dengan pembatasan dan protokol kesehatan yang ketat.
"Ini kan ada dua obyek. Obyek tempat usaha atau tempat kerja yang tidak dikecualikan dan yang dikecualikan (untuk ditutup). Kalau dikecualikan berarti dia boleh beroperasi yang 11 sektor itu," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Kadisnakertrans-E) DKI Jakarta Andri Yansah di Jakarta, Jumat.
Andri menyebut protokol kesehatan terkait pembatasan jumlah karyawan di dalam gedung bakal tetap berlaku pada 11 sektor esensial dengan maksimal sebanyak 50 persen di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat.
"Sebelas sektor yang dikecualikan untuk tutup selama PSBB harus tetap menjalankan protokol kesehatan. Nah terhadap kantor atau perusahaan yang tidak dikecualikan otomatis tutup sampai dengan PSBB itu dicabut. Pertanyaannya kalo masih ada yang buka gimana, ya kita paksa tutup," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta Pemerintah DKI Jakarta mengatur jam kerja fleksibel bagi sektor usaha yang beroperasi seiring kembali diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total mulai Senin tanggal 14 September 2020.
Melalui kebijakan jam kerja fleksibel, Airlangga menyebutkan nantinya 50 persen pekerja dapat bekerja di rumah sementara 50 persen sisanya di kantor.
"DKI minggu depan akan kembali menerapkan PSBB, namun kami sudah sampaikan untuk kegiatan sebagian besar perkantoran untuk memberlakukan flexible working hours (jam kerja fleksibel). Sekitar 50 persen di rumah, sisanya di kantor," kata Airlangga dalam rapat koordinasi nasional Kadin bidang industri, perdagangan, dan hubungan internasional, Kamis (10/9).
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan mengembalikannya kepada kebijakan PSBB yang diperketat.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) malam.
Anies mengatakan, kebijakan itu diambil setelah Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 DKI Jakarta menggelar rapat pada Rabu (9/9). Saat itu, rapat dihadiri oleh Forum Pimpinan Komunikasi Daerah (Forkopimda) DKI Jakarta.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatiakan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," ucap Anies menambahkan.
Baca juga: DKI Jakarta kembali berlakukan PSBB Total
Baca juga: Tidak meniru DKI, Kabupaten Bogor perpanjang PSBB pra-AKB