Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Kementerian Agama mempertimbangkan perlakuan relaksasi pembatasan tempat ibadah zona hijau dengan menaati aturan COVID-19.
Menurut Hidayat, yang juga anggota Komisi VIII DPR RI itu, relaksasi perlu dilakukan untuk menghadirkan keadilan dan ketentraman umat sekaligus menghilangkan stigma seolah-olah COVID-19 adalah konspirasi, khususnya kepada umat Islam.
“Jangan sampai umat menyaksikan kebijakan relaksasi di berbagai kegiatan dan tempat, tapi umat tetap dilarang beribadah ke Masjid, karena hal ini akan menimbulkan kegusaran dan rasa ketidakadilan," kata Hidayat dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut Hidayat, membiarkan hal itu justru akan meresahkan dan menimbulkan stres yang bisa menggerus imunitas, sehingga justru membuat umat rentan terkena COVID-19.
Baca juga: Pelonggaran PSBB, MUI ingatkan umat penjagaan diri masing-masing
Sebagaimana kesepakatan dalam rapat kerja Komisi VIII DPR, relaksasi pembatasan tempat ibadah di zona hijau, juga berlaku bagi rumah ibadah agama lainnya, sehingga ada keadilan dan ketenangan antarsesama umat beragama.
Ia menyampaikan kritik terhadap sikap Kementerian Agama yang ambigu dalam melaksanakan keputusan rapat kerja Kemenag dengan Komisi VIII DPR soal relaksasi Masjid dan tempat Ibadah.
Hidayat mengingatkan, dalam rapat kerja (raker) Komisi VIII pada Senin (11/5), Kemenag menyepakati untuk mempertimbangkan kebijakan relaksasi pembatasan ibadah di tempat ibadah, khususnya di daerah yang tidak termasuk zona merah.
Sementara daerah yang berada di zona merah, disepakati juga untuk tetap ketat dan sepenuhnya mengikuti aturan penanganan COVID-19.
Baca juga: HMS Center berharap pemerintah tidak buru-buru longgarkan PSBB
“Pada saat raker dengan Kemenag saya memang menyampaikan aspirasi dari banyak pihak, agar umat tak resah dan bisa khusyuk ibadah, penting ada keadilan untuk umat. Kalau Pemerintah sudah memutuskan untuk melakukan relaksasi terkait PSBB, bahkan ketentuan transportasi dan mudik, bahkan di bandara Soekarno-Hatta sampai berdesakan dengan tak lagi mengindahkan protokol penanganan COVID-19, sewajarnyalah bila Umat Islam yang tidak berada di zona merah, diberikan relaksasi agar dapat salat di Masjid, menghidupkan syiar di Masjid dengan mengumandangkan Adzan, tadarrus, termasuk sholat Idul Fitri. Khususnya untuk umat yang berada di kawasan zona hijau, sekalipun tetap melaksanakan ketentuan dasar penanganan COVID-19”, kata Hidayat.
Hidayat menjelaskan perihal relaksasi pembatasan tempat ibadah tetap akan menaati aturan penanganan COVID-19. Misalnya jumlah jama’ah yang tidak membludak, dan tetap ada 'physical distancing' (jaga jarak).
Ia mengutip fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dikeluarkan berkaitan dengan panduan ibadah pada saat COVID-19 yang menyebutkan bahwa umat Islam tidak boleh menyelenggarakan ibadah yang mengumpulkan orang banyak jika kondisi penyebaran COVID-19 di kawasan tersebut tidak terkendali.
Namun, MUI juga mewajibkan sholat Jumat di kawasan yang kondisi penyebaran COVID-19 -nya terkendali. Hal itu menunjukkan bahwa pembatasan kegiatan ibadah menurut fatwa MUI di tempat ibadah sangat bergantung pada kondisi suatu kawasan.
Baca juga: Bappelitbang Kota Bandung sebut pelonggaran PSBB dapat berisiko
Hidayat menyatakan prihatin, karena Fatwa MUI tidak dipahami dengan baik dan utuh. Sehingga di banyak tempat yang bukan zona merah sekalipun, masjid ditutup, bahkan ada yang digembok. Jemaah juga mutlak dilarang sholat Jumat, sholat Tarawih, dan aktivitas lain, sehingga menghadirkan kehebohan serta ketidakharmonisan umat di tingkat akar rumput.
Sebelumnya, pada Raker Komisi VIII dengan Kemenag (11/5), Menteri Agama menyepakati untuk mempertimbangkan relaksasi tempat ibadah khususnya di zona hijau, karena relaksasi juga sudah diberlakukan di moda transportasi.
Namun, Dirjen Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin pada 13 Mei justru 'menganulir' usulan Menag yang juga sudah disepakati oleh Wakil Menag selaku Wakil Ketua MUI. Bahkan, yang menjadi keputusan Raker dengan Komisi VIII DPR RI.
“Agar Menag dan Wamenag menegur Dirjennya yang menganulir pernyataan terbuka Wamenag yang esensinya justru untuk melaksanakan keputusan raker dengan Komisi VIII DPR, dengan mempertimbangkan realisasi relaksasi untuk Masjid dan Rumah Ibadah lainnya, di zona hijau, dengan tetap mentaati ketentuan protokol penanganan COVID-19," kata HNW.
Baca juga: MUI nilai pelonggaran PSBB picu kesimpangsiuran umat