Beijing (ANTARA) - Seorang ibu muda beretnis Uighur Halnur Halik merasa heran dikabarkan hilang, padahal dia sedang sibuk bekerja di salah satu restoran di Kota Turpan, Daerah Otonomi Xinjiang, China.
Pada 12 Desember 2019, pengguna Twitter Abdulla Rasul mengunggah nama Halnur (24) yang memiliki dua anak di antara orang-orang Uighur yang hilang dalam unggahan bertanda "StillNoInfo".
Padahal Halnur sedang bekerja sebagai pelayan restoran di Turpan sejak bulan Mei lalu, demikian media resmi China, Jumat.
Menurut Halnur, Abdulla merupakan suami sepupunya yang pergi ke luar negeri sejak beberapa tahun yang lalu.
Di akun Twitter, Abdulla menyebut dirinya tinggal di Istanbul, Turki.
"Saya hanya sekali bertemu Abdulla saat dia menikah dengan sepupu saya dan sejak saat itu saya jarang kontak dengannya. Saya tidak mengerti kenapa dia mengatakan saya hilang," tutur Halnur seperti dikutip China Daily.
Ia mengikuti pelatihan di kamp vokasi pada 2018 setelah merasa dipengaruhi paham ekstremisme sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.
"Saya keluar dari sekolahan meskipun saya murid yang sangat baik karena ada kelompok ekstremis yang mengatakan kepada saya bahwa sekolah tidak ada gunanya. Kemudian saya fokus saja ikut ambil bagian dalam kegiatan kelompok ekstremis itu," ujarnya sebagaimana ditulis koran itu.
Deputi Direktur Publikasi Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang Xu Guixiang mengatakan bahwa banyak postingan yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Banyak individu, organisasi, dan media asing yang mengunggah di media sosial berisi foto dan nama orang-orang Uighur yang disebut hilang untuk membuat isu tentang Xinjiang, demikian Xu di Beijing, Selasa (24/12) lalu.
Beijing menganggap kamp vokasi tersebut sangat efektif dalam membantu mengatasi ekstremisme dengan materi pelajaran bahasa nasional China, undang-undang, keterampilan, dan program deradikalisasi.
Menurut Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir, semua peserta telah lulus dan kamp tersebut akan dibuka untuk semua masyarakat lokal dan pegawai yang ingin meningkatkan kemampuan berbahasa nasional, keterampilan, dan pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan.
"Saya sempat khawatir saya akan mendapatkan kesempatan kedua kalinya setelah lulus, tapi pemilik restoran segera merekrut saya begitu lulus dari lembaga pendidikan dan pelatihan itu," kata Halnur.
Baca juga: Pemerintah Otonomi Xinjiang berterima kasih atas dukungan negara Islam
Baca juga: Lembaga Penelitian Xinjiang tak temukan hambatan ibadah bagi Muslim Uighur