Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara terkait penetapan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY) sebagai tersangka dalam pengembangan perkara suap dan juga penerimaan gratifikasi.
Adapun pengembangan perkara suap itu terkait rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014.
"Setelah menjabat sebagai Bupati Bogor pada awal 2009, RY diduga beberapa kali melakukan penemuan baik resmi maupun tidak dengan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Febri, Rachmat menyampaikan kebutuhan dana di luar pembiayaan APBD yang harus dipenuhi oleh bupati, khususnya operasional bupati dan biaya pencalonan kembali.
"Untuk memenuhi kebutuhan itu, RY menyatakan kepada para kepala dinas untuk membantunya. Maksudnya, RY meminta setiap SKPD menyetor sejumlah dana kepadanya," ungkap Febri.
Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memotong dana untuk memenuhi kewajiban tersebut.
"Sumber dana yang dipotong diduga berasal dari honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural SKPD, dana insentif dari jasa pelayanan RUSD, upah pungut, pungutan kepada pihak yang mengajukan perizinan di Pemkab Bogor, dan pungutan kepada pihak rekanan yang memenangkan tender," tuturnya.
Adapun total uang yang diterima Rachmat selama 2009-2014 yang berasal dari potongan dana kegiatan SKPD adalah sebesar Rp8.931.326.223.
Sementara terkait dugaan penerimaan gratifikasi tanah 20 hektare, pada 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasari dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan pondok pesantren dan Kota Santri.
"Untuk itu, ia berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi," kata Febri.
Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesentren pada Rachmat melalui stafnya. Rachmat menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.
"Pada pertengahan tahun 2011, RY melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan pondok pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, RY menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. RY juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya," ujar Febri.
Selanjutnya, pemilik tanah menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 hektare tersebut sesuai permintaan Rachmat.
"Diduga, RY mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan Kota Santri," ucap Febri.
Kemudian, Rachmat menerima gratifikasi mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta.
"Pada April 2010, RY diduga meminta bantuan kepada seorang pengusaha untuk membeli sebuah Toyota Vellfire yang uang mukanya berasal dari RY sebesar Rp250 juta," kata Febri.
Rachmat diduga memiliki kedekatan dengan pengusaha tersebut dan pengusaha tersebut memegang beberapa proyek di lingkungan Kabupaten Bogor.
"Pengusaha ini juga pernah menjadi salah satu pengurus tim sukses RY untuk menjadi Bupati Bogor periode kedua pada 2013," tuturnya.
Pemberian gratifikasi pada Rachmat diduga dilakukan dalam bentuk pembayaran cicilan mobil sebesar Rp21 juta perbulan sejak April 2010 sampai Maret 2013.
Rachmat baru saja bebas pada 8 Mei 2019 setelah menjalani masa hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung.
Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.
Baca juga: KPK kembali tetapkan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka
Baca juga: Menteri Yasonna Laoly dipanggil KPK