Sukabumi (Antaranews Jabar) - Sebanyak 24 universitas mengikuti kompetisi Peradilan Semu Hukum Humaniter Internasional yang diselenggrakan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan bekerja sama dengan International Committee of the Red Cross (ICRC).
"Kegiatan ini jangan dipandang semata-mata sebagai ajang kompetisi atau sekadar menunjukkan universitas mana yang terbaik. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu pengetahuan tentang Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan juga berbagi sekaligus membangun kesadaran tentang pentingnya HHI bagi Indonesia," kata Dekan Fakultas Hukum Unpar Tristam Pascal Moeliono di Bandung, Sabtu.
Kompetisi tentang peradilan semu hukum humaniter ini merupakan rangkaian acara 13th Indonesian Round of the International Humanitarian Law Moot Court Competition 2018.
Kompetisi ini dinilai penting untuk mendukung peran Indonesia yang semakin signifikan di bidang Hukum Humaniter Internasional. Namun bagi siapapun mahasiswa yang memenangi kompetisi ini agar bisa mengambil ilmu, pengetahuan dan maknanya.
Sementara Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste Alexandre Faite menambahkan bahwa kompetisi ini penting untuk mendukung peran Indonesia yang kian signifikan di bidang Hukum Humaniter Internasional yang hanya berlaku pada saat konflik bersenjata.
Di sini, para mahasiswa dapat mengasah kemampuan mereka dalam melakukan riset, membuat tulisan dan melakukan advokasi hukum tentang berbagai dampak kemanusiaan dari konflik bersenjata atau situasi-situasi kekerasan lainnya.
Mungkin banyak mahasiswa yang setelah lulus nanti memilih karir di luar HHI. Tapi ia percaya pengetahuan dan pelatihan terkait HHI menjadi alat yang bermanfaat untuk mengasah logika hukum yang suatu saat nanti mungkin dipanggil untuk menjadi pengambil keputusan dalam berbagai kapasitasnya saat berada di daerah atau negara konflik
"Ketika itu terjadi, mereka dapat membawa Indonesia atau bahkan dunia ke arah yang lebih sejahtera, bermartabat dan berperikemanusiaan,¿ tambahnya.
Adapun universitas yang ikut dalam kompetisi ini yakni Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Riau, Universitas Katolik Atma Jaya, Universitas Katolik Parahyangan.
Kemudian, Universitas Katolik Soegijapranata, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Lampung, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Pancasila, Universitas Pelita Harapan, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Riau.
Selanjutnya, Universitas Sebelas Maret, Universitas Syiah Kuala, Universitas Tanjungpura, Universitas Tarumanagara, Universitas Trisakti, dan Universitas Udayana. Sedangkan dua universitas yang menjadi observer adalah Universitas Diponegoro dan President University.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Kegiatan ini jangan dipandang semata-mata sebagai ajang kompetisi atau sekadar menunjukkan universitas mana yang terbaik. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu pengetahuan tentang Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan juga berbagi sekaligus membangun kesadaran tentang pentingnya HHI bagi Indonesia," kata Dekan Fakultas Hukum Unpar Tristam Pascal Moeliono di Bandung, Sabtu.
Kompetisi tentang peradilan semu hukum humaniter ini merupakan rangkaian acara 13th Indonesian Round of the International Humanitarian Law Moot Court Competition 2018.
Kompetisi ini dinilai penting untuk mendukung peran Indonesia yang semakin signifikan di bidang Hukum Humaniter Internasional. Namun bagi siapapun mahasiswa yang memenangi kompetisi ini agar bisa mengambil ilmu, pengetahuan dan maknanya.
Sementara Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste Alexandre Faite menambahkan bahwa kompetisi ini penting untuk mendukung peran Indonesia yang kian signifikan di bidang Hukum Humaniter Internasional yang hanya berlaku pada saat konflik bersenjata.
Di sini, para mahasiswa dapat mengasah kemampuan mereka dalam melakukan riset, membuat tulisan dan melakukan advokasi hukum tentang berbagai dampak kemanusiaan dari konflik bersenjata atau situasi-situasi kekerasan lainnya.
Mungkin banyak mahasiswa yang setelah lulus nanti memilih karir di luar HHI. Tapi ia percaya pengetahuan dan pelatihan terkait HHI menjadi alat yang bermanfaat untuk mengasah logika hukum yang suatu saat nanti mungkin dipanggil untuk menjadi pengambil keputusan dalam berbagai kapasitasnya saat berada di daerah atau negara konflik
"Ketika itu terjadi, mereka dapat membawa Indonesia atau bahkan dunia ke arah yang lebih sejahtera, bermartabat dan berperikemanusiaan,¿ tambahnya.
Adapun universitas yang ikut dalam kompetisi ini yakni Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Riau, Universitas Katolik Atma Jaya, Universitas Katolik Parahyangan.
Kemudian, Universitas Katolik Soegijapranata, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Lampung, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Pancasila, Universitas Pelita Harapan, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Riau.
Selanjutnya, Universitas Sebelas Maret, Universitas Syiah Kuala, Universitas Tanjungpura, Universitas Tarumanagara, Universitas Trisakti, dan Universitas Udayana. Sedangkan dua universitas yang menjadi observer adalah Universitas Diponegoro dan President University.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018