Bandung (Antaranews Jabar) - Psikiater FK Universitas Padjadjaran (Unpad) Teddy Hidayat mengatakan, menenggak minuman keras oplosan dapat menyebabkan kerusakan mungsi syaraf secara permanen atau tidak bisa dikembalikan seperti semula.
"Artinya, misal dia sudah minum oplosan, buta, maka akan buta permanen selama hidup. Kalau dia kenanya di otak, yah tidak akan berfungsi salah satu syaraf di otak. Kalau keracunannya lebih hebat, yah meninggal," ujar Teddy saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu.
Menurut Teddy, biasanya alkohol yang terkandung dalam minuman keras berjenis etanol. Etanol ini biasa digunakan dalam campuran minuman beralkohol murni. Namun ia menduga miras oplosan di Cicalengka mengandung alkohol jenis metanol.
Kata Teddy, metanol ini lah yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi syaraf apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia.
"Nah yang kemarin dicampur itu dengan segala macem, dan mungkin menggunakan alkohol yang murah biasanya memunculkan metanol. Dan metanol itu, apabila masuk dikonsumsi ke dalam tubuh maka akan menimbulkan keracunan," kata dia.
Teddy menjelaskan, nekatnya masyarakat menenggak minuman keras oplosan didasarkan pada beberapa faktor yang ia sebut sebagai "perilaku beresiko".
Perilaku berisiko ini sebetulnya sudah mengetahui bahwa meminum miras oplosan tentu sangat berbahaya bagi kesehatannya.
Namun karena perilaku berisiko ini, mereka seolah menginginkan sebuah pengakuan atau mencari sensasi atas dirinya, tanpa mempedulikan nyawa.
Menurut dia, masalah miras oplosan bukanlah barang baru namun sudah ada sejak dulu dan sama-sama menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Ia menyoroti kasus miras oplosan ini menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan setelah muncul korban.
"Cuman memang kita tak pernah pernah berupaya belajar dari peristiwa tadi untuk mencegahnya," kata dia.
Untuk memutus rantai itu, ia menyarankan agar mengubah cara pandang masyarakat akan perilaku beresiko ini. Setelah teredukasi, maka langkah selanjutnya dengan melakukan penertiban penjual miras tanpa izin di samping pengawasan ketat dari aparat setempat.
"Jadi yang melatarbelakangi kenapa dia meminum ini yang harus ditanggulangi, penyebabnya ini yang harus ditanggulangi. Bukan akibat dari perilaku berisiko sudah minum baru ditanggulangi. Yah terlambat," kata dia.
Baca juga: Korban tewas minuman keras oplosan jadi 45 orang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Artinya, misal dia sudah minum oplosan, buta, maka akan buta permanen selama hidup. Kalau dia kenanya di otak, yah tidak akan berfungsi salah satu syaraf di otak. Kalau keracunannya lebih hebat, yah meninggal," ujar Teddy saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu.
Menurut Teddy, biasanya alkohol yang terkandung dalam minuman keras berjenis etanol. Etanol ini biasa digunakan dalam campuran minuman beralkohol murni. Namun ia menduga miras oplosan di Cicalengka mengandung alkohol jenis metanol.
Kata Teddy, metanol ini lah yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi syaraf apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia.
"Nah yang kemarin dicampur itu dengan segala macem, dan mungkin menggunakan alkohol yang murah biasanya memunculkan metanol. Dan metanol itu, apabila masuk dikonsumsi ke dalam tubuh maka akan menimbulkan keracunan," kata dia.
Teddy menjelaskan, nekatnya masyarakat menenggak minuman keras oplosan didasarkan pada beberapa faktor yang ia sebut sebagai "perilaku beresiko".
Perilaku berisiko ini sebetulnya sudah mengetahui bahwa meminum miras oplosan tentu sangat berbahaya bagi kesehatannya.
Namun karena perilaku berisiko ini, mereka seolah menginginkan sebuah pengakuan atau mencari sensasi atas dirinya, tanpa mempedulikan nyawa.
Menurut dia, masalah miras oplosan bukanlah barang baru namun sudah ada sejak dulu dan sama-sama menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Ia menyoroti kasus miras oplosan ini menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan setelah muncul korban.
"Cuman memang kita tak pernah pernah berupaya belajar dari peristiwa tadi untuk mencegahnya," kata dia.
Untuk memutus rantai itu, ia menyarankan agar mengubah cara pandang masyarakat akan perilaku beresiko ini. Setelah teredukasi, maka langkah selanjutnya dengan melakukan penertiban penjual miras tanpa izin di samping pengawasan ketat dari aparat setempat.
"Jadi yang melatarbelakangi kenapa dia meminum ini yang harus ditanggulangi, penyebabnya ini yang harus ditanggulangi. Bukan akibat dari perilaku berisiko sudah minum baru ditanggulangi. Yah terlambat," kata dia.
Baca juga: Korban tewas minuman keras oplosan jadi 45 orang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018