Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengungkapkan bahwa permasalahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka bukanlah soal harga listrik yang diproduksi.

"Enggak, kalau masalah harga, PLN (sebagai penyerap) siap bernegosiasi dengan TPPAS Legok Nangka," kata Bey selepas Rapat Percepatan Pembangunan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Legoknangka di Gedung Sate Bandung, Selasa.

Baca juga: Wamen LH bawa masalah TPA Legok Nangka ke Kemenko Perekonomian

Bey mengatakan bahwa permasalahan yang ada adalah tinggal mengenai penguatan dan berbagai perhitungan dengan audit Badan Pengawas Keuangan Provinsi (BPKP) Jawa Barat.

"Audit untuk perkiraan 2028-2029 apakah listrik saat itu (di PLN) masih oversupply atau sudah tidak," katanya.

Karena, ujar Bey, jika masih kelebihan suplai, perlu ada aturan khusus, perlu keputusan, mungkin dari Kementerian ESDM untuk meyakinkan agar PLN tetap bisa membeli listrik dari TPPAS Regional Legok Nangka.

"Karena kalau tidak bisa dibeli artinya tipping fee-nya akan lebih mahal lagi," ujarnya.

Jika semua masalah tertangani, Bey mengatakan bahwa target pembangunan TPPAS Regional Legok Nangka dimulai akhir tahun 2025.

"Ini terkait dengan semuanya. Jadi kalau yang masalah ini beres, akhir tahun depan sudah bisa groundbreaking. Mudah-mudahan dengan kehadiran Wamen LH hari ini pada rapat bisa lebih cepat," tuturnya.

Diketahui, mantan Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pemerintah pusat menginginkan bahwa awal pembangunan TPPAS Regional Legok Nangka pada Agustus 2024, namun sampai saat ini belum dimulai untuk proses pembangunan.

Namun demikian, sejak Juni 2024 telah ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penyediaan infrastruktur dan pengelolaan TPPAS Regional Legok Nangka oleh tiga pihak, yakni Pemprov Jabar, PT Jabar Enviromental Solutions (JES), dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, PT JES yang merupakan konsorsium antara Sumitomo Corporation, Hitachi Zosen, dan Energia Prima Nusantara berkewajiban untuk membangun dan melakukan pengelolaan sampah dengan kuantitas dan kualitas yang telah disepakati.

Kemudian, perjanjian itu mengatur periode konsesi selama 20 tahun per tanggal Operasi Komersial yang diharap bisa dimulai Februari 2029, dengan di dalamnya perjanjian tipping fee selama waktu konsesi, juga penjualan listrik hasil produksi fasilitas tersebut selama waktu konsesi tersebut.

Adapun perjanjian kerja sama dengan PT PII adalah sebagai penjamin jika ada hal-hal yang terjadi antara kedua belah pihak. Semisal jika terjadi keterlambatan pembayaran tipping fee maka PII merupakan penjaminnya sementara Pemprov (pemkot dan pemkab) berutang pada PII. PT JES dan PT PII sendiri menandatangani perjanjian serupa dalam hal penjaminan proyek itu.

Proyek TPPAS Regional Legoknangka memiliki nilai investasi sekitar Rp4 triliun. Dalam pembangunannya mendapatkan dukungan pemerintah pusat lewat kontribusi fiskal dalam Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) dari Kementerian Keuangan senilai Rp1,3 triliun.

Baca juga: Pj Gubernur Jabar: TPPAS Legok Nangka ditargetkan operasi 2028

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pj Gubernur Jabar: Masalah TPA Legok Nangka bukan soal harga listrik

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024