Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mendapati temuan menarik hasil kreativitas petani saat meninjau adanya potensi kekeringan di Kabupaten Bogor, Rabu ini.
Kreativitas itu, berupa para petani yang bisa menghemat biaya hingga 70 persen dalam penggunaan pompa, yakni dengan elpiji seberat 3 kilogram (kg), menggantikan bensin.
"Dengan memakai elpiji, satu hari yang biasanya menggunakan 10 liter bensin petani harus mengeluarkan Rp100.000-Rp120.000. Sementara kalau pakai gas melon itu hanya Rp25.000, jadi ada penghematan sekitar 70 persen, tapi saya juga melaporkan ke Kementan kalau mereka membeli pupuk sampai Rp160.000," ujar Bey dalam keterangan di Bandung, Rabu.
Baca juga: Pemkab Cianjur membangun 42 sumur bor tingkatkan produksi pertanian
Dalam peninjauan yang dilakukannya di Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Bey menyerap aspirasi petani dan melihat situasi di lapangan, guna mencari langkah antisipasi atas adanya ancaman kemarau panjang pada tahun 2024 ini.
Dalam kunjungannya, Bey mendapati para petani di daerah tersebut pada tahun 2023 lalu, terdampak kekeringan panjang yang menyebabkan pergeseran musim tanam.
"Tahun ini panen kedua, tapi musim tanamnya baru satu kali, terakhir itu akhir tahun lalu baru panen Bulan Maret, ini yang kedua. Biasanya mereka akan menanam lagi akhir tahun, atau awal tahun," kata Bey.
Dengan produktivitas 5,6 ton gabah kering giling, dan dengan harga jual Rp6.000 per kilogram, para petani berencana mempercepat musim tanam pada Agustus 2024 ini, dengan ditopang topografi kawasan persawahan di sana yang dialiri Sungai Cihoe.
"Dengan sistem pompanisasi yang ada, mereka akan menanam lagi Agustus dengan bantuan pompa. Biasanya, mereka akan menyewa pompa, tapi saya akan upayakan mereka mendapat bantuan pompa dari Kementerian Pertanian," ujarnya.
Peninjauan itu sendiri, kata Bey, dilakukan karena pihaknya musti mendapatkan laporan langsung dari para petani yang memberikan informasi berharga, karena ancaman kemarau panjang harus diwaspadai, terlebih para petani ini menggarap sawah milik mereka.
Bey juga memastikan temuan di lapangan, dilaporkan langsung pada Irjen Kementerian Pertanian baik urusan pupuk yang masih mahal dan bantuan pompanisasi. Menurutnya petani di Tegal Panjang bersedia mendapatkan bantuan pompanisasi, meski masih menggunakan tenaga bensin.
Soal bahan bakar bensin ini, para petani mengeluhkan jauh dan sulitnya mendapatkan bensin.
"Mereka kerepotan beli bensin, harus pake jerigen, kadang-kadang di SPBU ditolak, kalau pakai elpiji itu praktis karena tinggal beli di warung, polusi juga berkurang, ini jadi temuan di lapangan, sudah saya laporkan ke Irjen Kementan," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun puncak musim kemarau 2024 diprediksikan terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024.
Kreativitas itu, berupa para petani yang bisa menghemat biaya hingga 70 persen dalam penggunaan pompa, yakni dengan elpiji seberat 3 kilogram (kg), menggantikan bensin.
"Dengan memakai elpiji, satu hari yang biasanya menggunakan 10 liter bensin petani harus mengeluarkan Rp100.000-Rp120.000. Sementara kalau pakai gas melon itu hanya Rp25.000, jadi ada penghematan sekitar 70 persen, tapi saya juga melaporkan ke Kementan kalau mereka membeli pupuk sampai Rp160.000," ujar Bey dalam keterangan di Bandung, Rabu.
Baca juga: Pemkab Cianjur membangun 42 sumur bor tingkatkan produksi pertanian
Dalam peninjauan yang dilakukannya di Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Bey menyerap aspirasi petani dan melihat situasi di lapangan, guna mencari langkah antisipasi atas adanya ancaman kemarau panjang pada tahun 2024 ini.
Dalam kunjungannya, Bey mendapati para petani di daerah tersebut pada tahun 2023 lalu, terdampak kekeringan panjang yang menyebabkan pergeseran musim tanam.
"Tahun ini panen kedua, tapi musim tanamnya baru satu kali, terakhir itu akhir tahun lalu baru panen Bulan Maret, ini yang kedua. Biasanya mereka akan menanam lagi akhir tahun, atau awal tahun," kata Bey.
Dengan produktivitas 5,6 ton gabah kering giling, dan dengan harga jual Rp6.000 per kilogram, para petani berencana mempercepat musim tanam pada Agustus 2024 ini, dengan ditopang topografi kawasan persawahan di sana yang dialiri Sungai Cihoe.
"Dengan sistem pompanisasi yang ada, mereka akan menanam lagi Agustus dengan bantuan pompa. Biasanya, mereka akan menyewa pompa, tapi saya akan upayakan mereka mendapat bantuan pompa dari Kementerian Pertanian," ujarnya.
Peninjauan itu sendiri, kata Bey, dilakukan karena pihaknya musti mendapatkan laporan langsung dari para petani yang memberikan informasi berharga, karena ancaman kemarau panjang harus diwaspadai, terlebih para petani ini menggarap sawah milik mereka.
Bey juga memastikan temuan di lapangan, dilaporkan langsung pada Irjen Kementerian Pertanian baik urusan pupuk yang masih mahal dan bantuan pompanisasi. Menurutnya petani di Tegal Panjang bersedia mendapatkan bantuan pompanisasi, meski masih menggunakan tenaga bensin.
Soal bahan bakar bensin ini, para petani mengeluhkan jauh dan sulitnya mendapatkan bensin.
"Mereka kerepotan beli bensin, harus pake jerigen, kadang-kadang di SPBU ditolak, kalau pakai elpiji itu praktis karena tinggal beli di warung, polusi juga berkurang, ini jadi temuan di lapangan, sudah saya laporkan ke Irjen Kementan," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun puncak musim kemarau 2024 diprediksikan terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024.
Baca juga: Majalengka dapat bantuan 107 pompa air untuk tingkatkan produksi padi
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bey dapati kreativitas petani saat tinjau potensi kekeringan di Bogor
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024