Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menggelar konsolidasi bersama pemantau independen dan media, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dalam seluruh tahapan pemilu 2024 yang sebentar lagi masuk masa tenang.

Termasuk, kata perwakilan Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI Fadil Fitrah, mencegah adanya ujaran kebencian, hingga hoax dalam Pemilu 2024. Termasuk sebagai mitra sekaligus pengawas dari bawaslu itu sendiri.

"Konsolidasi ini dimaksudkan ingin meningkatkan kesadaran masyarakat bahwasanya masyarakat itu merupakan pengawas partisipatif untuk ikut serta mengawasi pemilu ini. Kemudian agar pemberitaan saat ini dan selanjutnya menjadi lebih efektif untuk mencegah adanya ujaran kebencian, hoax dan sebagainya, serta dapat dipertanggungjawabkan," kata Fadil di Dago, Bandung, Jumat.

Di lokasi yang sama pengamat hukum pemilu, Meswara, mengungkapkan bahwa dalam masa tenang di mana setiap peserta pemilu sudah tidak diperbolehkan melakukan aktivitas kampanye, juga berlaku bukan hanya bagi peserta pemilu, tapi juga media massa.

"Media sudah tidak bisa lagi memberitakan terkait kampanye-kampanye dari peserta pemilu, itu jangan dianggap remeh karena itu masuk ke dalam konteks pidana pemilu misalkan pasal 492 Undang-Undang Pemilu," kata Meswara.

Beleid tersebut, kata dia, mengatur tentang setiap orang yang dengan sengaja kampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU, memiliki ancaman penahanan dan denda.

"Itu ancamannya satu tahun dan denda Rp12 juta. Jadi titik beratnya adalah bagi media dan peserta pemilu, tidak ada kampanye di masa tenang," ucapnya.

Lebih lanjut, Meswara menyampaikan bahwa dalam masa tenang juga, yang menjadi sorotan adalah politik uang yang diatur di pasal 523 ayat 2 UU Pemilu, dengan ancaman penjara satu tahun dan denda Rp12 juta jika dilanggar.
Karenanya, kata dia, media dan bawaslu harus bersinergi untuk memastikan Pemilu 2024 pada semua tahapan, sesuai asasnya yakni Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) serta Jurdil (jujur dan adil).

"Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri, perlu kerja sama, termasuk dengan wartawan. Misalkan wartawan ada temuan politik uang di masa tenang, pelanggaran saat pemungutan suara, atau ada hak warga yang tidak bisa memilih, pengubahan hasil sertifikat suara, itu masuk pidana pemilu, nah media harus hadir dalam tiap tahapan pemilu yang berjalan saat ini, hingga penghitungan," ucapnya.

Selain peserta pemilu, Meswara juga mengingatkan terkait survei baik oleh perorangan atau lembaga, yang tidak boleh mengumumkan hasil surveinya terkait pemilu, karena bisa mempengaruhi persepsi publik terhadap pilihan di pemungutan suara.

"Di masa tenang itu dan pemungutan ada satu pasal yang menyebutkan soal survei. Makanya di masa tenang perorangan atau lembaga survei, dilarang mengumumkan hasil survei terkait pemilu, itu salah satu cara juga untuk menciptakan situasi kondusif pemilu," tuturnya menambahkan.

Bawaslu mengungkapkan berdasarkan data sampai 29 Januari 2024, ada sebanyak 112 lembaga pemantau pemilu yang akan terlibat dengan telah terakreditasi di Bawaslu RI, bawaslu provinsi, dan bawaslu kabupaten/Kota.
 
Dari jumlah tersebut, sebanyak 54 pemantau yang terakreditasi di Bawaslu RI, 25 pemantau yang terkakreditasi di bawaslu provinsi dan 33 pemantau yang terakreditasi di bawaslu kabupaten/kota.


 

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024