Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan perhatian khusus terhadap banjir rob di Cirebon, Jawa Barat, yang telah terjadi 2 tahun terakhir hingga berdampak pada petani garam di Desa Rawaurip, Pangenan, Cirebon.

"Memang salah satu yang dikeluhkan oleh petani saat saya berkunjung ke sana (Desa Rawaurip) di akhir tahun lalu adalah soal abrasi dan rob. Kondisi lingkungan di bibir pantai rusak dan butuh revitalisasi," kata Moeldoko, dalam siaran pers, di Jakarta, Kamis.

Sebagai informasi, pada tanggal 8 Oktober 2021, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko melakukan kunjungan kerja di Desa Rawaurip, Cirebon untuk mendengar berbagai keluhan petani garam, salah satunya soal abrasi dan rob.

Menindaklanjuti hal itu, kata Moeldoko, KSP telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan lembaga terkait dalam penanganan kerusakan ekosistem mangrove.

Selain itu, KSP bersama Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung juga telah menangani pendangkalan Sungai Cimanis Bangka Deres akibat sedimentasi dengan melakukan pengerukan.

"Untuk rehabilitasi mangrove, KSP sudah memfasilitasi koordinasi dengan KKP dan yayasan BUMN. Akan tetapi, ada kendala soal lokasi penanaman tidak kondusif karena tingginya pasang surut air laut. Untuk pendangkalan saluran air, KSP memfasilitasi koordinasi dengan BBWS Kemen PUPR untuk pengerukan. Semuanya sudah dieksekusi," ujarnya.

Panglima TNI 2013—2015 ini mengatakan bahwa KSP telah mendorong Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional DKI Jakarta-Jawa Barat untuk segera melakukan perbaikan jalan rusak menuju lokasi tambak garam, sepanjang 3,5 kilometer.
"Pada bulan April lalu, Deputi I KSP bersama Bina Marga sudah meninjau lokasi. Tentu kami akan dorong untuk segera dilakukan perbaikan," tuturnya.

Terkait dengan keinginan masyarakat untuk dibangun tembok pembatas tanah sebagai penghalau banjir rob, menurut dia, sampai saat ini masih dicari teknis yang tepat.

"Jangan sampai nanti kalau dibangun tembok justru akan terjadi pendangkalan di bibir pantai. Soal itu masih dicari solusinya," katanya.

Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut potensi bencana hidrometeorologi meningkat pada bulan Juli hingga September 2022.

"Potensi bencana juga semakin meningkat pada periode Juli, Agustus dan mungkin awal September nanti kita akan ada pergeseran, di mana pada waktu yang bersamaan kita akan mengalami baik itu hidrometeorologi basah, banjir banjir bandang tanah longsor, sekaligus juga hidrometeorologi kering, kebakaran hutan dan kekeringan," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam disaster briefing daring diikuti di Jakarta, Senin.

Potensi tersebut, kata Abdul, sudah mulai terlihat dari dari data BNPB pada 18-24 Juli 2022. Dia menjelaskan jika di minggu sebelumnya frekuensi banjir masih lebih besar daripada kebakaran hutan kekeringan, justru di minggu ini mulai bergeser dengan frekuensi kejadian kebakaran hutan lebih sering daripada banjir.

Masyarakat diminta tetap siaga dan waspada di daerah-daerah yang rawan kebakaran hutan, juga pada daerah-daerah yang rawan banjir.

BNPB secara frekuentatif atau secara berkala mengirimkan pesan-pesan kesiapsiagaan peringatan dini dan upaya-upaya mitigasi yang harus dilakukan kepada pemerintah daerah.

Namun Abdul mengatakan hal yang paling penting sebenarnya adalah kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya pada masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai, atau masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang dekat dengan tebing dengan kecuraman yang tinggi.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Moeldoko beri perhatian khusus pada banjir rob Cirebon

Pewarta: lRangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022