Warga Kampung Adat Miduana di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, menyatakan siap memulihkan kampung adat yang selama ini masih mempertahankan kebiasaan kasundaan para leluhurnya, sehingga Pemkab Cianjur akan membantu pemulihan, pelestarian hingga pengembangan.
Tenaga Ahli Bupati Cianjur, Saep Lukman di Cianjur, Ahad, mengatakan pemulihan atau revitaliasi kampung adat Miduana akan segera dilakukan setelah riset dan penelitian yang dilakukan dirinya bersama Yayasan Lokatmala, tuntas dilakukan beberapa waktu lalu.
"Bahkan Bupati Cianjur, Herman Suherman, menyatakan kesiapan untuk merevitalisasi kembali 99 rumah adat yang ada di kampung tersebut. Untuk pengembangan dan pelestarian kampung adat, kami akan meminta pemerintah daerah untuk membuat payung hukumnya," kata Saep.
Baca juga: Ridwan Kamil kagumi teknologi yang dikembangkan warga Ciptagelar
Kampung adat Miduana di Kecamatan Naringgul, selama ini terkesan tertutup dan ditutup-tutupi, sehingga saat mendapat informasi terkait keberadaan kampung itu, pihaknya bersama Yayasan Lokatmala, mencoba untuk mendatangi dan menelusuri peninggalan seni dan budaya serta kebiasaan warga sekitar.
Hasil penelusuran, pihaknya menemukan berbagai peninggalan termasuk situs yang perlu dilestarikan berusia ribuan tahun seperti Situs Batu Rompe, Arca Cempa Larang Kabuyutan dan Gua Usralia, serta warganya yang masih berpegang teguh pada tradisi kesundaan yang kuat.
"Kampung adat ini, berdiri di atas lahan seluas 1.041 hektare persegi, meliputi 11 Rukun Tetangga, 4 Rukun Warga dihuni 280 kepala keluarga dengan total jiwa 1.207 jiwa yang merupakan turun temurun, mereka hidup dari hasil pertanian yang masih menjalankan 'tetekon" atau aturan tradisi tata kelola pertanian," katanya.
Sedangkan nama Miduana memiliki arti terbagi dua, dimana keberadaan kampung atau dusun yang berada di antara dua Sungai Cipandak Hilir dan Cipandak Girang yang kemudian bermuara di Sungai Cipandak yang memiliki arus landai dan tidak curam.
Warga kampung adat memiliki kebudayaan yang juga kental dengan tradisi kesundaan, seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, Mandi Kahuripan dan Opatlasan Mulud. Mereka juga memiliki kecenderungan yang tinggi tentang kesenian layaknya kesenian umum masyarakat Sunda seperti wayang golek, calung, rengkong dan lain-lain.
Baca juga: Kampung Adat Sirnaresmi Sukabumi nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2021
"Di Miduana juga ada kesenian wayang, tapi namanya Wayang Gejlig, kesenian tarian dengan sebutan Nayuban dan kesenian ketangkasan di atas tali yang biasa disebut Lais. Kami akan paparkan nanti setelah revitalisasi dilakukan, intinya masyarakat adat sudah menyatakan kesiapan," katanya.
Ketua Karang Taruna Jiwa Sadana-Miduana, Muhamad Alwi, mengatakan hingga saat ini warga di kampung masih berpegang teguh pada adat istiadat dan tradisi leluhur kesundaan, termasuk dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan saat melakukan aktifitas perekonomian.
Namun, seiring kemajuan zaman, regenerasi tidak berjalan maksimal, sehingga hanya tetua adat dan orang tua yang masih menjalankan kebiasaan tersebut. Bahkan rumah adat yang terdiri dari 99 rumah atau suhunan, hanya tersisa beberapa rumah saja.
"Tentunya kami menyambut baik dengan rencana pemerintah untuk merevitalisasi kampung ini, kembali ke semula, dimana terdapat 99 suhunan dan diisi secara turun temurun. Untuk kehidupan saat ini, kami seperti biasa bersosialisasi dengan warga luar dan mengikuti perkembangan zaman," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Tenaga Ahli Bupati Cianjur, Saep Lukman di Cianjur, Ahad, mengatakan pemulihan atau revitaliasi kampung adat Miduana akan segera dilakukan setelah riset dan penelitian yang dilakukan dirinya bersama Yayasan Lokatmala, tuntas dilakukan beberapa waktu lalu.
"Bahkan Bupati Cianjur, Herman Suherman, menyatakan kesiapan untuk merevitalisasi kembali 99 rumah adat yang ada di kampung tersebut. Untuk pengembangan dan pelestarian kampung adat, kami akan meminta pemerintah daerah untuk membuat payung hukumnya," kata Saep.
Baca juga: Ridwan Kamil kagumi teknologi yang dikembangkan warga Ciptagelar
Kampung adat Miduana di Kecamatan Naringgul, selama ini terkesan tertutup dan ditutup-tutupi, sehingga saat mendapat informasi terkait keberadaan kampung itu, pihaknya bersama Yayasan Lokatmala, mencoba untuk mendatangi dan menelusuri peninggalan seni dan budaya serta kebiasaan warga sekitar.
Hasil penelusuran, pihaknya menemukan berbagai peninggalan termasuk situs yang perlu dilestarikan berusia ribuan tahun seperti Situs Batu Rompe, Arca Cempa Larang Kabuyutan dan Gua Usralia, serta warganya yang masih berpegang teguh pada tradisi kesundaan yang kuat.
"Kampung adat ini, berdiri di atas lahan seluas 1.041 hektare persegi, meliputi 11 Rukun Tetangga, 4 Rukun Warga dihuni 280 kepala keluarga dengan total jiwa 1.207 jiwa yang merupakan turun temurun, mereka hidup dari hasil pertanian yang masih menjalankan 'tetekon" atau aturan tradisi tata kelola pertanian," katanya.
Sedangkan nama Miduana memiliki arti terbagi dua, dimana keberadaan kampung atau dusun yang berada di antara dua Sungai Cipandak Hilir dan Cipandak Girang yang kemudian bermuara di Sungai Cipandak yang memiliki arus landai dan tidak curam.
Warga kampung adat memiliki kebudayaan yang juga kental dengan tradisi kesundaan, seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, Mandi Kahuripan dan Opatlasan Mulud. Mereka juga memiliki kecenderungan yang tinggi tentang kesenian layaknya kesenian umum masyarakat Sunda seperti wayang golek, calung, rengkong dan lain-lain.
Baca juga: Kampung Adat Sirnaresmi Sukabumi nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2021
"Di Miduana juga ada kesenian wayang, tapi namanya Wayang Gejlig, kesenian tarian dengan sebutan Nayuban dan kesenian ketangkasan di atas tali yang biasa disebut Lais. Kami akan paparkan nanti setelah revitalisasi dilakukan, intinya masyarakat adat sudah menyatakan kesiapan," katanya.
Ketua Karang Taruna Jiwa Sadana-Miduana, Muhamad Alwi, mengatakan hingga saat ini warga di kampung masih berpegang teguh pada adat istiadat dan tradisi leluhur kesundaan, termasuk dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan saat melakukan aktifitas perekonomian.
Namun, seiring kemajuan zaman, regenerasi tidak berjalan maksimal, sehingga hanya tetua adat dan orang tua yang masih menjalankan kebiasaan tersebut. Bahkan rumah adat yang terdiri dari 99 rumah atau suhunan, hanya tersisa beberapa rumah saja.
"Tentunya kami menyambut baik dengan rencana pemerintah untuk merevitalisasi kampung ini, kembali ke semula, dimana terdapat 99 suhunan dan diisi secara turun temurun. Untuk kehidupan saat ini, kami seperti biasa bersosialisasi dengan warga luar dan mengikuti perkembangan zaman," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022