Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cianjur, Jawa Barat, berharap mendapatkan berbagai keringanan dari pemerintah seperti pajak dan tagihan listrik dari PLN karena selama penerapan PPKM tingkat hunian hotel tidak lebih dari 10 persen atau hitungan 5 sampai 10 kamar yang terisi.
Ketua PHRI Cianjur, Nano Indrapraja saat dihubungi Minggu, mengatakan penerapan PPKM yang berlanjut hingga Agustus, membuat pelaku wisata terutama penyedia jasa hotel dan restoran di Cianjur, terkesan hidup segan mati tak mau, karena tingkat kunjungan merosot tajam. Bahkan beberapa hotel terancam gulung tikar karena tidak dapat menutupi operasional.
"Selama pembatasan yang dilakukan sejak awal pandemi, hingga saat ini, membuat pelaku usaha terutama jasa pariwisata, terancam gulung tikar karena tidak ada tamu yang datang. Ribuan karyawan hotel dan rumah makan, terpaksa di rumahkan, " katanya.
Pihaknya mencatat di Cianjur, terdapat 2.200 karyawan hotel dan 4.700 karyawan restoran yang terdampak pandemi, namun tidak mendapat perhatian atau bantuan dari pemerintah. Sedangkan pihak perusahaan hanya bisa membantu ala kadarnya, sehingga mereka yang di rumahkan, terpaksa mencari penghasilan lain untuk biaya rumah tangga.
Bahkan setelah pembatasan yang kembali dilakukan serentak untuk wilayah Jawa-Bali, membuat beban pengelola hotel dan restoran terus menumpuk dengan jumlah yang tinggi, sehingga pihaknya berharap mendapat keringanan dari pemerintah daerah terkait pajak dan pembayaran tagihan atau tunggakan listrik dari PLN, agar tidak terancam gulung tikar.
Pasalnya selama pandemi dan penerapan PPKM, sebagian besar hotel dan restoran seperti mati suri, tidak mendapatkan penghasilan sama sekali, sedangkan biaya operasional tetap harus dikeluarkan setiap bulannya, meski ribuan karyawan sudah di rumahkan.
"Kami berharap ada relaksasi yang diberikan pemerintah, bagi pelaku usaha jasa yang jelas terdampak, sehingga setelah pembatasan, kami dapat kembali berjalan, " katanya.
Selama ini, tambah dia, pajak yang cukup memberatkan dan tetap harus dibayar, meski tamu yang datang tidak ada, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak penggunaan air bawah tanah dan tagihan listrik. Sehingga pihak yang terkait dengan hotel dan restoran memberlakukan kebijakan relaksasi.
Baca juga: Pengelola hotel di Cianjur berikan jaminan layanan kesehatan bagi tamu
Baca juga: Hotel di Puncak Cianjur berikan layanan tes antigen tingkatkan kunjungan
Baca juga: Tingkat hunian hotel dan kunjungan wisata di Cianjur kembali turun
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Ketua PHRI Cianjur, Nano Indrapraja saat dihubungi Minggu, mengatakan penerapan PPKM yang berlanjut hingga Agustus, membuat pelaku wisata terutama penyedia jasa hotel dan restoran di Cianjur, terkesan hidup segan mati tak mau, karena tingkat kunjungan merosot tajam. Bahkan beberapa hotel terancam gulung tikar karena tidak dapat menutupi operasional.
"Selama pembatasan yang dilakukan sejak awal pandemi, hingga saat ini, membuat pelaku usaha terutama jasa pariwisata, terancam gulung tikar karena tidak ada tamu yang datang. Ribuan karyawan hotel dan rumah makan, terpaksa di rumahkan, " katanya.
Pihaknya mencatat di Cianjur, terdapat 2.200 karyawan hotel dan 4.700 karyawan restoran yang terdampak pandemi, namun tidak mendapat perhatian atau bantuan dari pemerintah. Sedangkan pihak perusahaan hanya bisa membantu ala kadarnya, sehingga mereka yang di rumahkan, terpaksa mencari penghasilan lain untuk biaya rumah tangga.
Bahkan setelah pembatasan yang kembali dilakukan serentak untuk wilayah Jawa-Bali, membuat beban pengelola hotel dan restoran terus menumpuk dengan jumlah yang tinggi, sehingga pihaknya berharap mendapat keringanan dari pemerintah daerah terkait pajak dan pembayaran tagihan atau tunggakan listrik dari PLN, agar tidak terancam gulung tikar.
Pasalnya selama pandemi dan penerapan PPKM, sebagian besar hotel dan restoran seperti mati suri, tidak mendapatkan penghasilan sama sekali, sedangkan biaya operasional tetap harus dikeluarkan setiap bulannya, meski ribuan karyawan sudah di rumahkan.
"Kami berharap ada relaksasi yang diberikan pemerintah, bagi pelaku usaha jasa yang jelas terdampak, sehingga setelah pembatasan, kami dapat kembali berjalan, " katanya.
Selama ini, tambah dia, pajak yang cukup memberatkan dan tetap harus dibayar, meski tamu yang datang tidak ada, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak penggunaan air bawah tanah dan tagihan listrik. Sehingga pihak yang terkait dengan hotel dan restoran memberlakukan kebijakan relaksasi.
Baca juga: Pengelola hotel di Cianjur berikan jaminan layanan kesehatan bagi tamu
Baca juga: Hotel di Puncak Cianjur berikan layanan tes antigen tingkatkan kunjungan
Baca juga: Tingkat hunian hotel dan kunjungan wisata di Cianjur kembali turun
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021