Akademisi Universitas Indonesia (UI) membahas aspek hukum vaksin COVID-19 untuk mengkaji dan mempertajam analisis serta kapasitas pengetahuan bagi mahasiswa dan sivitas akademika Fakultas Hukum UI maupun perguruan tinggi lain dari sisi tanggung jawab hukum.
Ketua Center for Health Law and Policy Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Wahyu Andrianto, dalam keterangannya, Rabu, mengatakan hingga saat ini terdapat 172 negara di dunia dan 1.000 lebih perusahaan farmasi atau riset obat-obatan yang terlibat dalam 'perlombaan' untuk menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin COVID-19.
Sehingga, kata Wahyu, vaksin COVID-19 tidak lagi hanya penting terhadap kepentingan kesehatan masyarakat namun juga mengandung nilai ekonomi yang cukup besar.
"Siapapun yang menguasai vaksin COVID-19 memiliki hak untuk melakukan monopoli atas Hak Kekayaan Intelektual sehingga dapat memonopoli pasar vaksin serta menetapkan harga yang cukup tinggi," katanya.
Menurut dia, di sisi negara, negara yang pertama kali menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin dapat menggunakan vaksin tersebut sebagai bargaining power dan alat hegemoni serta menjalankan kepentingan nasional negara tersebut dalam bidang ekonomi, politik hingga militer.
Untuk itu Center for Health Law and Policy FHUI menginisiasi kuliah umum guna mengkaji dan mempertajam analisis serta kapasitas pengetahuan bagi mahasiswa dan sivitas akademika Fakultas Hukum UI maupun perguruan tinggi lain dan instansi/profesi dari sisi tanggung jawab hukum.
Kuliah Umum Hukum Kesehatan bertajuk “Antisipasi Vaksin COVID-19 dan Pemenuhan Hak Masyarakat Terhadap Akses Kesehatan”.
Kuliah umum ini diisi pemaparan yang disampaikan oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI (Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi), serta dihadiri oleh Dekan FHUI Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M., dan Ketua Center for Health Law and Policy, yang juga merupakan pengajar hukum kesehatan FHUI Wahyu Andrianto.
Kuliah umum tersebut disaksikan oleh 296 peserta yang berasal dari berbagai instansi dan profesi, mulai dari mahasiswa UI, dokter, pengajar/dosen, pemerintahan, manajemen rumah sakit, puskesmas, serta instansi atau profesi lainnya.
Kuliah ini menjadi sarana bagi para peserta untuk memahami kondisi pandemi global khususnya isu vaksin COVID-19, serta posisi Indonesia dalam rangka pemenuhan hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab dan tantangan Indonesia.
Dalam paparannya, Prof. dr. Tjandra menjelaskan tentang dinamika pandemi global COVID-19 yang sampai saat ini belum menemui titik terang penyelesaian, terutama dalam hal siklus penyebaran, pola, dan kejadian yang terus berkembang.
Ia juga menyampaikan cara kerja vaksin yang dalam konteks COVID-19 bisa memberikan imunitas terhadap populasi yang belum terjangkit, sehingga mampu menekan rantai penyebaran COVID-19."
Selain itu, Prof. Tjandra yang pernah berkiprah di dunia kesehatan internasional, khususnya di World Health Organization (WHO), menjelaskan adanya sebuah upaya kolaborasi dalam rangka pengembangan dan pemroduksian untuk menjamin distribusi vaksin yang berkeadilan kepada seluruh negara anggota inisiatif The COVID-19 Vaccines Global Access Facility (COVAX).
Baca juga: Presiden Jokowi perkirakan vaksinasi COVID-19 pada Desember
Baca juga: Vaksin COVID-19 buatan Sinovac picu respons kekebalan cepat
Baca juga: Presiden: Vaksin COVID-19 di Indonesia harus masuk daftar WHO
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Ketua Center for Health Law and Policy Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Wahyu Andrianto, dalam keterangannya, Rabu, mengatakan hingga saat ini terdapat 172 negara di dunia dan 1.000 lebih perusahaan farmasi atau riset obat-obatan yang terlibat dalam 'perlombaan' untuk menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin COVID-19.
Sehingga, kata Wahyu, vaksin COVID-19 tidak lagi hanya penting terhadap kepentingan kesehatan masyarakat namun juga mengandung nilai ekonomi yang cukup besar.
"Siapapun yang menguasai vaksin COVID-19 memiliki hak untuk melakukan monopoli atas Hak Kekayaan Intelektual sehingga dapat memonopoli pasar vaksin serta menetapkan harga yang cukup tinggi," katanya.
Menurut dia, di sisi negara, negara yang pertama kali menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin dapat menggunakan vaksin tersebut sebagai bargaining power dan alat hegemoni serta menjalankan kepentingan nasional negara tersebut dalam bidang ekonomi, politik hingga militer.
Untuk itu Center for Health Law and Policy FHUI menginisiasi kuliah umum guna mengkaji dan mempertajam analisis serta kapasitas pengetahuan bagi mahasiswa dan sivitas akademika Fakultas Hukum UI maupun perguruan tinggi lain dan instansi/profesi dari sisi tanggung jawab hukum.
Kuliah Umum Hukum Kesehatan bertajuk “Antisipasi Vaksin COVID-19 dan Pemenuhan Hak Masyarakat Terhadap Akses Kesehatan”.
Kuliah umum ini diisi pemaparan yang disampaikan oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI (Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi), serta dihadiri oleh Dekan FHUI Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M., dan Ketua Center for Health Law and Policy, yang juga merupakan pengajar hukum kesehatan FHUI Wahyu Andrianto.
Kuliah umum tersebut disaksikan oleh 296 peserta yang berasal dari berbagai instansi dan profesi, mulai dari mahasiswa UI, dokter, pengajar/dosen, pemerintahan, manajemen rumah sakit, puskesmas, serta instansi atau profesi lainnya.
Kuliah ini menjadi sarana bagi para peserta untuk memahami kondisi pandemi global khususnya isu vaksin COVID-19, serta posisi Indonesia dalam rangka pemenuhan hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab dan tantangan Indonesia.
Dalam paparannya, Prof. dr. Tjandra menjelaskan tentang dinamika pandemi global COVID-19 yang sampai saat ini belum menemui titik terang penyelesaian, terutama dalam hal siklus penyebaran, pola, dan kejadian yang terus berkembang.
Ia juga menyampaikan cara kerja vaksin yang dalam konteks COVID-19 bisa memberikan imunitas terhadap populasi yang belum terjangkit, sehingga mampu menekan rantai penyebaran COVID-19."
Selain itu, Prof. Tjandra yang pernah berkiprah di dunia kesehatan internasional, khususnya di World Health Organization (WHO), menjelaskan adanya sebuah upaya kolaborasi dalam rangka pengembangan dan pemroduksian untuk menjamin distribusi vaksin yang berkeadilan kepada seluruh negara anggota inisiatif The COVID-19 Vaccines Global Access Facility (COVAX).
Baca juga: Presiden Jokowi perkirakan vaksinasi COVID-19 pada Desember
Baca juga: Vaksin COVID-19 buatan Sinovac picu respons kekebalan cepat
Baca juga: Presiden: Vaksin COVID-19 di Indonesia harus masuk daftar WHO
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020