Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi soal kehalalan vaksin COVID-19 sebelum ada pernyataan resmi lembaga terkait.
Rumadi mengatakan Pemerintah melibatkan berbagai organisasi keagamaan untuk memastikan informasi yang cukup tentang vaksin COVID-19, termasuk soal kehalalannya.
"Pemerintah ingin ada keterbukaan informasi terkait produksi vaksin," tutur Rumadi Ahmad melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Ia memaparkan, vaksin merupakan ikhtiar untuk mencegah, bahkan mengobati penyakit. Karena itu, berbagai riset untuk mencari vaksin harus didukung, sebab hal itu sejalan dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW.
"Kata Rasul, likulli da’in dawaa’ atau setiap penyakit pasti ada obatnya, namun obat harus diupayakan dan dicari, tidak datang dengan sendirinya," kata Rumadi.
Ketua Lajnah Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU ini meyakini, para ulama mempunyai perangkat keilmuan dan juga kearifan untuk tidak menghalangi penggunaan vaksin jika vaksin yang tersedia belum bisa dipastikan kehalalannya.
Meski begitu, kata Rumadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang masuk dan dikonsumsi umat Islam sangat penting memastikan kehalalannya.
"Tapi dalam keadaan darurat, jika belum ada obat yang lain, Islam tidak melarang mengonsumsi obat tersebut," katanya.
Pernyataan Rumadi merujuk pada hukum Islam mengenai konidisi darurat atau nadhariyat ad-darurah. Ada juga pembahasan tentang rukhsah atau kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT. Kemudahan itu sebagai jalan bagi umat Islam jika dihadapkan pada situasi yang mengancam jiwa, yakni hal yang sangat dilindungi Islam (hifz an-nafs).
"Para ulama Indonesia pasti sangat memahami hal tersebut dan akan memberi panduan yang memudahkan, bukan mempersulit," kata Rumadi.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan, vaksin yang tidak berlabel halal bisa digunakan oleh masyarakat, namun harus mendapatkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wapres menyinggung ketika vaksin meningitis pada Tahun 2010 tersedia di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi kehalalan.
Saat itu, MUI menetapkan keputusan haram terhadap vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline dari Belgia.
“Seperti (vaksin) meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau itu tidak ada atau kalau tidak digunakan vaksin akan timbul kebahayaan, akan menimbulkan penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan secara darurat,” ujar Wapres Ma'ruf Amin pada pertengahan Oktober 2020.
Baca juga: Vaksin yang unsur halalnya masih dibahas boleh digunakan jika darurat
Baca juga: Kemenkes sebut BPOM-MUI akan pastikan keamanan-kehalalan vaksin COVID-19
Baca juga: Wapres pastikan jika vaksin tidak halal, harus ada ketetapan dari MUI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Rumadi mengatakan Pemerintah melibatkan berbagai organisasi keagamaan untuk memastikan informasi yang cukup tentang vaksin COVID-19, termasuk soal kehalalannya.
"Pemerintah ingin ada keterbukaan informasi terkait produksi vaksin," tutur Rumadi Ahmad melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Ia memaparkan, vaksin merupakan ikhtiar untuk mencegah, bahkan mengobati penyakit. Karena itu, berbagai riset untuk mencari vaksin harus didukung, sebab hal itu sejalan dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW.
"Kata Rasul, likulli da’in dawaa’ atau setiap penyakit pasti ada obatnya, namun obat harus diupayakan dan dicari, tidak datang dengan sendirinya," kata Rumadi.
Ketua Lajnah Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU ini meyakini, para ulama mempunyai perangkat keilmuan dan juga kearifan untuk tidak menghalangi penggunaan vaksin jika vaksin yang tersedia belum bisa dipastikan kehalalannya.
Meski begitu, kata Rumadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang masuk dan dikonsumsi umat Islam sangat penting memastikan kehalalannya.
"Tapi dalam keadaan darurat, jika belum ada obat yang lain, Islam tidak melarang mengonsumsi obat tersebut," katanya.
Pernyataan Rumadi merujuk pada hukum Islam mengenai konidisi darurat atau nadhariyat ad-darurah. Ada juga pembahasan tentang rukhsah atau kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT. Kemudahan itu sebagai jalan bagi umat Islam jika dihadapkan pada situasi yang mengancam jiwa, yakni hal yang sangat dilindungi Islam (hifz an-nafs).
"Para ulama Indonesia pasti sangat memahami hal tersebut dan akan memberi panduan yang memudahkan, bukan mempersulit," kata Rumadi.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan, vaksin yang tidak berlabel halal bisa digunakan oleh masyarakat, namun harus mendapatkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wapres menyinggung ketika vaksin meningitis pada Tahun 2010 tersedia di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi kehalalan.
Saat itu, MUI menetapkan keputusan haram terhadap vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline dari Belgia.
“Seperti (vaksin) meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau itu tidak ada atau kalau tidak digunakan vaksin akan timbul kebahayaan, akan menimbulkan penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan secara darurat,” ujar Wapres Ma'ruf Amin pada pertengahan Oktober 2020.
Baca juga: Vaksin yang unsur halalnya masih dibahas boleh digunakan jika darurat
Baca juga: Kemenkes sebut BPOM-MUI akan pastikan keamanan-kehalalan vaksin COVID-19
Baca juga: Wapres pastikan jika vaksin tidak halal, harus ada ketetapan dari MUI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020