Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, melakukan uji kualitas lingkungan, yakni air, udara dan tanah di daerah yang terdampak pembuangan limbah industri kulit di kawasan Sukaregang, Garut Kota, untuk mengetahui tingkat kerusakan lingkungan dan risiko terhadap makhluk hidup.
"Petugas sudah melakukan uji lab kondisi udara, air dan di darat, hasilnya belum diketahui," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Garut, Uu Saepudin di Garut, Senin.
Ia menuturkan, selama ini warga mengeluhkan adanya industri kulit di Sukaregang, Kecamatan Garut Kota, yang membuang air limbahnya ke sungai melewati permukiman rumah penduduk di wilayah itu.
Akibat pembuangan limbah industri itu, kata Uu, masyarakat setiap hari menghirup bau tidak sedap, air sungai jadi kotor, dan tanaman seperti areal persawahan rusak.
"Secara kasat mata dampaknya memang bau, air sungai jadi hitam, ada juga tanaman yang tidak tumbuh," katanya.
Persoalan limbah itu, kata Uu, menjadi perhatian pemerintah daerah khsusnya di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk melakukan uji laboratorium agar mengetahui tingkat kondisi kerusakan lingkungan di kawasan itu.
Ia berharap, industri kulit di Sukaregang mematuhi aturan yang berlaku seperti menyiapkan instalasi pengolahan air limbah (Ipal) agar air yang dibuang tidak mengandung zat berbahaya atau mencemari lingkungan.
"Kalau dibuang sembarangan memang merugikan, kalau tidak ditangani secepatnya ini akan merugikan banyak pihak," katanya.
Ia menambahkan, upaya mengatasi limbah industri kulit di Garut itu tidak hanya dilakukan oleh Pemkab Garut, tapi bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jabar dan pusat seperti melakukan pengawasan, termasuk siap membantu pembuatan Ipal untuk industri menengah ke bawah.
"Dalam mengatasi dampak industri kulit ini kita bekerja sama dengan pemerintah pusat," katanya.
Baca juga: Bupati Garut: Industri kulit tak miliki IPAL bisa ditutup pabriknya
Baca juga: Tiga sungai di Garut tercemar limbah kulit
Baca juga: Masyarakat Garut manfaatkan limbah tempe jadi gas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Petugas sudah melakukan uji lab kondisi udara, air dan di darat, hasilnya belum diketahui," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Garut, Uu Saepudin di Garut, Senin.
Ia menuturkan, selama ini warga mengeluhkan adanya industri kulit di Sukaregang, Kecamatan Garut Kota, yang membuang air limbahnya ke sungai melewati permukiman rumah penduduk di wilayah itu.
Akibat pembuangan limbah industri itu, kata Uu, masyarakat setiap hari menghirup bau tidak sedap, air sungai jadi kotor, dan tanaman seperti areal persawahan rusak.
"Secara kasat mata dampaknya memang bau, air sungai jadi hitam, ada juga tanaman yang tidak tumbuh," katanya.
Persoalan limbah itu, kata Uu, menjadi perhatian pemerintah daerah khsusnya di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk melakukan uji laboratorium agar mengetahui tingkat kondisi kerusakan lingkungan di kawasan itu.
Ia berharap, industri kulit di Sukaregang mematuhi aturan yang berlaku seperti menyiapkan instalasi pengolahan air limbah (Ipal) agar air yang dibuang tidak mengandung zat berbahaya atau mencemari lingkungan.
"Kalau dibuang sembarangan memang merugikan, kalau tidak ditangani secepatnya ini akan merugikan banyak pihak," katanya.
Ia menambahkan, upaya mengatasi limbah industri kulit di Garut itu tidak hanya dilakukan oleh Pemkab Garut, tapi bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jabar dan pusat seperti melakukan pengawasan, termasuk siap membantu pembuatan Ipal untuk industri menengah ke bawah.
"Dalam mengatasi dampak industri kulit ini kita bekerja sama dengan pemerintah pusat," katanya.
Baca juga: Bupati Garut: Industri kulit tak miliki IPAL bisa ditutup pabriknya
Baca juga: Tiga sungai di Garut tercemar limbah kulit
Baca juga: Masyarakat Garut manfaatkan limbah tempe jadi gas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020