Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung menyatakan laju penambahan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Bandung pada tahun 2020 ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2019 lalu.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, Rosye Arosdiani mengatakan hingga Mei 2020 sudah ada 1.748 orang yang terkena DBD. Namun, angka pada awal tahun lalu hingga bulan yang sama, jumlahnya sebanyak 3.201 kasus DBD.
"Tahun 2019 lalu hingga bulan Mei itu mencapai 3.201 kasus. Sekarang kita 1.748 kasus, setengahnya lebih lah dibandingkan tahun lalu," kata Rosye di Bandung, Kamis.
Selain itu, angka kasus DBD setiap bulan pada tahun ini cenderung lebih sedikit daripada tahun 2019 lalu. Dia mencontohkan, pada bulan Mei 2019 kasus DBD mencapai 539 kasus, sedangkan pada Mei 2020 hanya mencapai 306 kasus.
Atau pada Januari 2019 lalu, jumlah kasus DBD sebanyak 834 kasus, sedangkan pada Januari 2020 ini hanya ada sebanyak 248 kasus DBD. Lalu, kata dia, sejauh ini sudah ada sembilan kasus kematian pada tahun 2020 yang disebabkan oleh penyakit DBD.
Menurutnya, pada tahun 2019 lalu memang terjadi lonjakan kasus DBD di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di Kota Bandung yang masuk ke dalam wilayah endemik.
Selain itu, menurutnya faktor cuaca juga dapat mempengaruhi reproduksi nyamuk Aedes Aegypti sebagai penyebab penyakit DBD. Namun, menurutnya ada faktor lainnya yang juga dapat menekan angka kasus DBD, salah satunya pola hidup masyarakat.
"Mungkin kasus DBD ini nyamuk itu hanya salah satu faktornya, kalau PSN (pemberantasan sarang nyamuk) berjalan dengan baik, tentu ini bisa diminimalisir," kata dia.
Rosye juga mengungkapkan, angka kasus DBD di Kota Bandung memang lebih banyak dari pada kota atau kabupaten lain di daerah Jawa Barat. Namun, menurutnya, hal tersebut dikarenakan pencatatan serta penyelidikan epidemiologi yang dilakukan tenaga kesehatan sudah lebih optimal di Kota Bandung.
"Itu mungkin salah satu faktor yang menyebabkan catatan kasus lebih tinggi dibandingkan kota lain," kata dia.
Meski lebih rendah, Rosye mengatakan pihak Dinkes tetap mengimbau masyarakat agar lebih dini mencegah kasus DBD dengan mengaktifkan satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik), serta melakukan upaya PSN.
"Tetap dengan program 3M Plus-nya (menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air, menyingkirkan atau mendaur ulang barang bekas, plus memberantas larva dan menghindari gigitan nyamuk), juga tatalaksana kasus secara dini" kata dia.
Baca juga: Warga Padasuka Kota Bandung lakukan pengasapan cegah DBD
Baca juga: Empat anak meninggal dunia akibat DBD di Kota Bandung
Baca juga: Kasus DBD di Kota Bandung turun signifikan selama Januari-Februari 2020
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, Rosye Arosdiani mengatakan hingga Mei 2020 sudah ada 1.748 orang yang terkena DBD. Namun, angka pada awal tahun lalu hingga bulan yang sama, jumlahnya sebanyak 3.201 kasus DBD.
"Tahun 2019 lalu hingga bulan Mei itu mencapai 3.201 kasus. Sekarang kita 1.748 kasus, setengahnya lebih lah dibandingkan tahun lalu," kata Rosye di Bandung, Kamis.
Selain itu, angka kasus DBD setiap bulan pada tahun ini cenderung lebih sedikit daripada tahun 2019 lalu. Dia mencontohkan, pada bulan Mei 2019 kasus DBD mencapai 539 kasus, sedangkan pada Mei 2020 hanya mencapai 306 kasus.
Atau pada Januari 2019 lalu, jumlah kasus DBD sebanyak 834 kasus, sedangkan pada Januari 2020 ini hanya ada sebanyak 248 kasus DBD. Lalu, kata dia, sejauh ini sudah ada sembilan kasus kematian pada tahun 2020 yang disebabkan oleh penyakit DBD.
Menurutnya, pada tahun 2019 lalu memang terjadi lonjakan kasus DBD di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di Kota Bandung yang masuk ke dalam wilayah endemik.
Selain itu, menurutnya faktor cuaca juga dapat mempengaruhi reproduksi nyamuk Aedes Aegypti sebagai penyebab penyakit DBD. Namun, menurutnya ada faktor lainnya yang juga dapat menekan angka kasus DBD, salah satunya pola hidup masyarakat.
"Mungkin kasus DBD ini nyamuk itu hanya salah satu faktornya, kalau PSN (pemberantasan sarang nyamuk) berjalan dengan baik, tentu ini bisa diminimalisir," kata dia.
Rosye juga mengungkapkan, angka kasus DBD di Kota Bandung memang lebih banyak dari pada kota atau kabupaten lain di daerah Jawa Barat. Namun, menurutnya, hal tersebut dikarenakan pencatatan serta penyelidikan epidemiologi yang dilakukan tenaga kesehatan sudah lebih optimal di Kota Bandung.
"Itu mungkin salah satu faktor yang menyebabkan catatan kasus lebih tinggi dibandingkan kota lain," kata dia.
Meski lebih rendah, Rosye mengatakan pihak Dinkes tetap mengimbau masyarakat agar lebih dini mencegah kasus DBD dengan mengaktifkan satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik), serta melakukan upaya PSN.
"Tetap dengan program 3M Plus-nya (menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air, menyingkirkan atau mendaur ulang barang bekas, plus memberantas larva dan menghindari gigitan nyamuk), juga tatalaksana kasus secara dini" kata dia.
Baca juga: Warga Padasuka Kota Bandung lakukan pengasapan cegah DBD
Baca juga: Empat anak meninggal dunia akibat DBD di Kota Bandung
Baca juga: Kasus DBD di Kota Bandung turun signifikan selama Januari-Februari 2020
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020