Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mengganti sejumlah komoditas kebutuhan pokok yang biasanya didatangkan dari China menjadi produk yang dihasilkan dari provinsi atau wilayah lain di Indonesia.
"Yang selama ini banyak bergantung ke China, kita geser mencari impor regional yang selama ini belum maksimal. Daripada impor keluar, lebih baik impor ke Sulawesi, Jatim dan Sumatera," kata Gubernur Jabar M Ridwan Kamil atau Kang Emil di Bandung, Selasa.
Dengan upaya tersebut, kata dia, diharapkan Jabar menjadi tangguh terhadap guncangan-guncangan ekonomi dunia dan krisis kesehatan dengan menguatkan ekonomi regional.
Orang nomor satu di Jabar ini, Senin (17/2) menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) di Kantor Bapenda Provinsi Jabar, Kota Bandung dan salah satunya membahas terkait evaluasi ekonomi makro Jabar 2019 oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Jabar.
KPwBI Provinsi Jabar memaparkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 2019 menurun dari 5,66 persen di 2018 menjadi 5,07 persen di 2019 (year on year).
Meski begitu, angka tersebut masih lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional yakni 5,02 persen di 2019.
"Jadi Jabar sedang dihitung, antisipasi, secara umum (ekonomi) menurun, ditambah (diperparah) COVID-19, dampaknya seperti apa. Setelah dipaparkan, kami bergerak cepat," kata dia.
"Intinya arahan saya dalam rapim ini, dalam satu minggu harus ada rencana aksi mengantisipasi ekonomi turun dengan aksi konkret," tambahnya.
Sementara menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jabar, pada 2019 terjadi pertumbuhan positif sektor perdagangan dari 0,65 (2018) menjadi 1,15.
Bappeda menilai, sektor perdagangan bisa menjadi peluang sumber pertumbuhan ekonomi baru di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini.
Baik KPwBI maupun Bappeda Provinsi Jabar menilai bahwa salah satu penyebab turunnya LPE Jabar di 2019 adalah pengaruh ketidakpastian ekonomi global dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Selain itu meski LPE Jabar turun di 2019 (yoy), Kang Emil menegaskan bahwa tiga indeks di Jabar menorehkan catatan positif, yakni angka kemiskinan turun dari 7,25 persen di 2018 menjadi 6,82 persen pada 2019, daya beli naik dari 10,79 persen (2018) menjadi 11,15 persen (2019), serta gap gini rasio yang turun.
"(Gap gini ratio turun) dari 0,4 sekian menjadi 0,39. Jadi poinnya, walaupun pertumbuhan terdampak global ini turun, tetapi fundamental-fundamental ekonomi performa Jabar bagus," tutur Kang Emil.
"Warga miskinnya turun, daya belinya naik, gap (gini ratio) juga mengecil," katanya.
Baca juga: Ini alasan pengusaha hanya impor bawang putih hanya dari China
Baca juga: Satgas Pangan imbau warga lapor jika temukan penimbunan bawang putih
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Yang selama ini banyak bergantung ke China, kita geser mencari impor regional yang selama ini belum maksimal. Daripada impor keluar, lebih baik impor ke Sulawesi, Jatim dan Sumatera," kata Gubernur Jabar M Ridwan Kamil atau Kang Emil di Bandung, Selasa.
Dengan upaya tersebut, kata dia, diharapkan Jabar menjadi tangguh terhadap guncangan-guncangan ekonomi dunia dan krisis kesehatan dengan menguatkan ekonomi regional.
Orang nomor satu di Jabar ini, Senin (17/2) menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) di Kantor Bapenda Provinsi Jabar, Kota Bandung dan salah satunya membahas terkait evaluasi ekonomi makro Jabar 2019 oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Jabar.
KPwBI Provinsi Jabar memaparkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 2019 menurun dari 5,66 persen di 2018 menjadi 5,07 persen di 2019 (year on year).
Meski begitu, angka tersebut masih lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional yakni 5,02 persen di 2019.
"Jadi Jabar sedang dihitung, antisipasi, secara umum (ekonomi) menurun, ditambah (diperparah) COVID-19, dampaknya seperti apa. Setelah dipaparkan, kami bergerak cepat," kata dia.
"Intinya arahan saya dalam rapim ini, dalam satu minggu harus ada rencana aksi mengantisipasi ekonomi turun dengan aksi konkret," tambahnya.
Sementara menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jabar, pada 2019 terjadi pertumbuhan positif sektor perdagangan dari 0,65 (2018) menjadi 1,15.
Bappeda menilai, sektor perdagangan bisa menjadi peluang sumber pertumbuhan ekonomi baru di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini.
Baik KPwBI maupun Bappeda Provinsi Jabar menilai bahwa salah satu penyebab turunnya LPE Jabar di 2019 adalah pengaruh ketidakpastian ekonomi global dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Selain itu meski LPE Jabar turun di 2019 (yoy), Kang Emil menegaskan bahwa tiga indeks di Jabar menorehkan catatan positif, yakni angka kemiskinan turun dari 7,25 persen di 2018 menjadi 6,82 persen pada 2019, daya beli naik dari 10,79 persen (2018) menjadi 11,15 persen (2019), serta gap gini rasio yang turun.
"(Gap gini ratio turun) dari 0,4 sekian menjadi 0,39. Jadi poinnya, walaupun pertumbuhan terdampak global ini turun, tetapi fundamental-fundamental ekonomi performa Jabar bagus," tutur Kang Emil.
"Warga miskinnya turun, daya belinya naik, gap (gini ratio) juga mengecil," katanya.
Baca juga: Ini alasan pengusaha hanya impor bawang putih hanya dari China
Baca juga: Satgas Pangan imbau warga lapor jika temukan penimbunan bawang putih
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020