Bekasi (Antaranews Jabar) - Di tengah siang yang terik di hari pertama bulan November 2018, sebuah kapal fiber berwarna abu-abu milik TNI Angkatan Laut menyambut kemunculan Hendra dari dasar perairan Tanjung Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Hendra yang dibalut pakaian selam hitam lengkap dengan peralatan pernafasan, memperlihatkan sebuah temuan benda serupa pompa air kecil warna oranye yang digenggam cukup erat pada lengan kanannya.
Sekitar lima prajurit di atas perahu fiber mulai mendekat ke posisi Hendra sambil menyodorkan sebuah box kontainer plastik putih dikawal dua unit perahu karet bertuliskan Basarnas.
Ayunan perahu di atas gelombang laut serta hembusan angin pantai yang cukup kencang membuat personel evakuasi harus ekstra hati-hati menjangkau benda yang ada di genggaman Hendra supaya tidak kembali tercemplung ke dasar laut.
Jika Hendra harus menjaga fokus genggamannya serta keseimbangan tubuh di perairan, sejumlah personel lain di atas perahu berbagi konsentrasi menyodorkan box plastik sebisa mungkin ke dekat posisi Hendra berenang.
Box pun direndam dari atas perahu ke permukaan air agar mudah dijangkau Hendra saat memindahkan temuannya dari kedalaman 35 meter di dasar laut.
Perlahan, benda itu bisa diletakkan secara estafet hingga ke dalam box, namun persoalan baru muncul saat genangan air dalam box membuat bobotnya semakin berat untuk diangkut tiga petugas evakuasi sampai ke atas kapal fiber.
Beberapa kali, box pun harus dimiringkan untuk membuang sebagian genangan air yang memenuhi seisi kapasitas box hingga akhirnya bisa terangkut oleh kapal menuju daratan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sertu Hendra Syahputra, begitu nama lengkap pria berperawakan sedang yang kini bertugas sebagai prajurit Korps Marinir dari satuan Intai Amfibi (Taifib) TNI AL, adalah personel yang kini diperbincangkan masyarakat sebagai penemu black box atau kotak hitam Pesawat Lion Air PK-LQP bernomor penerbangan JT 610 yang hilang di perairan Tanjung Karawang sejak Senin (29/10).
Pria yang karib disapa Een semasa kecilnya itu, diketahui pernah menjadi bagian dari pasukan pengamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Libanon.
Bahkan sempat mengambil bagian dalam latihan tempur dengan tentara dari Amerika Serikat beberapa tahun lalu.
Een juga sering dilibatkan dalam upaya penyelamatan korban kecelakaan, salah satunya evakuasi korban kecelakaan pesawat Sukhoi di Gunung Salak dan tenggelamnya kapal di Danau Toba beberapa waktu lalu.
Pria asal Dumai, Provinsi Riau itu lahir pada 10 Juni 33 tahun silam dan memulai karirnya sebagai prajurit TNI sejak Maret 2005.
Pria dengan hobi berenang di sungai itu kembali dipercaya oleh satuannya untuk bergabung dalam wadah Tim Evakuasi Gabungan korban kecelakaan yang menimpa jenis pesawat bertipe Boeing 737 Max 8 di perairan Karawang.
Di bawah komando Pasukan Marinir (Pasmar) 1, prajurit Bintara Utama Batalyon Taifib I Marinir itu menemukan kotak hitam, Kamis (1/11), tepat di hari keempat proses pencarian korban pesawat nahas berpenumpang 189 orang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Tantangan
Usai bekerja keras mengevakuasi kotak hitam, prajurit yang terakhir kali mengalami kenaikan pangkat pada 2010 itu menceritakan pengalamannya menemukan alat rekam kejadian kecelakaan pesawat pada koordinat S 05 48 48.051 - E 107 07 37.622 dan koordinat S 05 48 46.545 - E 107 07 38.
Hendra bersama timnya diutus ke dasar laut dengan berbekal alat penangkap sinyal kotak hitam pada area yang memancarkan bunyi "ping" berdasarkan tangkapan alat yang tertanam di Kapal Baruna Jaya 1 milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) RI.
Selain menghadapi cuaca terik perairan, sejumlah personel evakuasi juga harus berhadapan dengan gelombang bawah laut yang cukup kencang menghempas tubuh penyelam saat mencoba menukik hingga ke dasar.
Kencangnya arus bawah laut yang mengangkat sedimentasi lumpur di perairan Tanjung Karawang mengakibatkan tim selam sulit mendeteksi objek pesawat.
"Saya bisa terhempas hingga 70-100 meter di dalam laut dari titik selam, saking kencangnya arus bawah laut yang luar biasa," ujar Ketua Jabar Squad Rescue, Ramdhan Dani, yang ikut dalam pencarian kotak hitam.
Arus permukaan laut yang terpantau relatif tenang pada siang itu justru berbanding terbalik dengan derasnya arus bawah laut yang sangat kencang siang itu.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Posko Taktis Pantai Tanjung Pakis, sempat memperingati para penyelam tentang situasi arus bawah laut yang kencang pada hari keempat pencarian.
Gelombak bawah laut itu dipicu dorongan arus Selat Sunda dan Bangka Belitung ke arah Tanjung Karawang.
Kencangnya arus bawah laut juga mengangkat material lumpur yang selama ini mengendap di dasar laut hasil buangan Sungai Citarum yang hilirnya berada di Tanjung Karawang.
Hambatan lumpur memperpendek jarak pandang Hendra dan tim dengan radius maksimal dua meter yang sesekali terhalang serpihan bagian badan pesawat.
"Kami melakukan penyelaman, memang bentuk kontur bawahnya lumpur, agak sulit, dan serpihan pesawat di mana-mana. Namun dengan alat yang kami gunakan, kami lebih percaya alat," kata Hendra.
Tantangan situasi itu sempat membuat putra dari Kaidirman (65) warga Gang Murni 2, Jalan Hasanuddin, Kota Dumai ini menjadi ragu melanjutkan pencarian.
Alasannya, BMKG sempat memprediksi bahwa angin kencang ke arah timur laut telah menggeser sejumlah objek pesawat maupun jasad dari prediksi titik jatuh di Tanjung Karawang menuju perairan Indramayu dan Subang.
Namun demikian tim ditugaskan untuk patuh pada arah sinyal 'ping' berbunyi yang mengarah pada endapan lumpur yang menutup sebagian kotak hitam di dasar laut.
Kotak hitam temuan Hendra pun dipastikan adalah satu dari dua bagian black box pesawat Lion Air yang hilang berdasarkan penyataan resmi Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI M Syaugi, di KM Baruna Jaya.
Kotak hitam tersebut diketahui berjenis flight data recorder (FDR), yang diketahui bukan bagian dari alat perekam percakapan pilot dengan menara pengawas di dalam kokpit.
Kabar itu pun tidak lantas menciutkan semangat Hendra untuk melanjutkan kembali petualangannya di perairan Tanjung Karawang, sebab tugas sebagai seorang prajurit tentara adalah mimpi besarnya yang dibangun sejak kecil.