Bandung (Antaranews Jabar) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengajak para pelaku usaha di Bandung berkontribusi untuk pelayanan publik yang lebih baik lagi.
"Menyadari bahwa pelayanan publik mempunyai peran strategis dalam pertumbuhan sektor ekonomi obat dan makanan di Indonesia. Maka BPOM RI terus menerus melakukan perbaikan dalam bentuk deregulasi dan simplifikasi bisnis proses serta pemanfaaan teknologi terkini, tanpa menurunkan pemenuhan terhadap standar keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan," kata Kepala BPOM RI, Penny K Lukito, di Kota Bandung, Selasa.
Untuk meningkatkan pelayanan publik, maka BPOM RI mengundang BPK RI, anggota gabungan perusahaan farmasi, industri farmasi, pedagang besar farmasi dan apoteker serta ikatan apoteker Indonesia Jawa Barat mengadakan Lokakarya Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan melalui Sinergitas dengan pelaku usaha di Bandung, di Kota Bandung.
Di sela-sela lokakarya, Kepala BPOM RI juga berkesempatan menyerahkan Nomor lzin Edar (NlE) obat kepada PT. Sanbe Farma, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Glaxo Wellcome Indonesia, sertiflkat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) kepada PT. lfars Pharmaceutical Laboratories dan PT. PIM Pharmaceuticals.
Kemudian, sertifikat CDOB kepada PT. Enseval Putera Megatrading, Tbk. Cabang Depok dan PT. Bina San Prima (BSP) Cabang Tasikmalaya, serta sertifikat Farmakovigilans kepada PT. Bayer Indonesia, PT. Roche Indonesia, PT. Merck Sharp Dohme Indonesia (MSD), PT. Dexa Medica, PT. Kalbe Farma, Tbk dan PT. Phapros Tbk.
Pelaksanaan lokakarya tersebut menghadirkan narasumber dari BPK RI, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ini, kata Penny, selain untuk menyosialisasikan terobosan yang dilakukan BPOM RI dalam rangka perbaikan sistem pelayanan publik, juga untuk menjaring masukan dari pelaku usaha dan stakeholder lainnya untuk membangun sistem pelayanan publik BPOM RI menjadi lebih baik.
"Kami berharap mitra kerja dan stakeholder BPOM RI dapat memberikan saran dan masukan kontruktif dalam rangka perbaikan sistem pelayanan publik yang sedang kami kembangkan dan sempurnakan secara berkesinambungan untuk mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya pelaku usaha," katanya.
Penny mengatakan, beberapa kebijakan yang telah diambil oleh pihaknya dalam meningkatkan kualitas layanan publik pre-market dan post-market antara lain pengembangan sistem registrasi elektronik.
Kemudian simplifikasi bisnis proses, percepatan proses evaluasi melalui coaching clinic industri farmasi dan desk konsultasl registrasi, termasuk penerbitan Peraturan BPOM RI No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Obat dan makanan.
Selain itu, kata dia, BPOM RI juga meluncurkan e-sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan E-sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), implementasi aplikasi Surat Keterangan Ekspor (SKE) online serta rencana implementasi aplikasi Surat Keterangan lmpor (SIG) online ke seluruh Balai Besar/Balai POM di Indonesia sesuai mandatori lndonesia National Single Window (INSW).
Upaya penguatan pengawasan post-market meliputi penerapan dua Dimension Bar Code dan penguatan penindakan pelanggaran di bidang obat dan makanan yang terus dilakukan untuk melindungi masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing produk obat dan makanan.
Ia mengatakan, semua upaya peningkatan pelayanan publik BPOM RI, salah satunya ditujukan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik dan sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memasuki revolusi industri keempat atau industri 4.0.
"Di mana sektor manufaktur nasional hams siap menuju perubahan besar. lndustri farmasi, kosmetik dan produk herbal termasuk wellness industries pada revolusi ini. Dengan demikian, penguatan pelayanan publik BPOM RI jelas akan memberikan dampak signiflkan bagi pertumbuhan ekonomi nasional," kata Penny.
"Upaya konkrit BPOM RI diwujudkan melalui pengawalan implementasi lnpres 6/2016 Tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan," tandasnya.
Sementara itu, Sekda Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa yang membuka lokakarya tersebut menyatakan, daerah ini merupakan salah satu provinsi dengan jumlah industri farmasi terbesar di Indonesia, yakni dengan jumlah 90 persen industri farmasi dari total 209 industri farmasi yang memiliki sertifikat Cara Produksi Obat yang baik atau CPOB.
"Mengingat jumlahnya yang cukup besar, maka saya sepakat jika Provinsi Jawa Barat dijadikan tempat lokakarya ini," katanya.
Kegiatan ini, lanjut dia, bertujuan untuk memberikan sosialisasi atas terobosan-terobosan yang telah dilakukan BPOM dalam rangka perbaikan sistem pelayanan publik dan menjaring masukan dari pelaku usaha.