Bandung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) menargetkan pengelolaan sampah pada seluruh Tempat Pengolahan Akhir (TPA) di wilayah itu tak lagi menggunakan sistem open dumping pada akhir 2025 dan akan diarahkan beralih ke teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman mengatakan 18 kabupaten/kota di Jabar yang TPA-nya masih open dumping akan mengadopsi teknologi RDF yang merupakan inovasi pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
"Minimal kami targetkan 18 kabupaten/kota yang TPSA-nya masih open dumping bisa berubah jadi RDF di akhir tahun ini," kata Herman saat dikonfirmasi di Bandung, Senin.
Teknologi RDF, lanjut dia, menjadi angin segar dalam penanganan krisis sampah di Jabar, yang hingga kini masih bergantung pada pola penimbunan akhir.
Dengan RDF sampah yang semula dibuang begitu saja dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara, utamanya untuk kebutuhan industri seperti semen dan energi.
Salah satu yang menjadi percontohan, kata Herman, adalah TPA Cimenteng, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, yang resmi beroperasi pada Kamis (31/7) lalu, di mana telah mengoperasikan fasilitas RDF secara penuh dan bekerja sama dengan offtaker PT Semen Jawa, yang tidak hanya membeli hasil RDF, tetapi juga berperan sebagai pengelola langsung.
"Kuncinya itu di kerja sama. Seperti di Sukabumi, pengelolaan RDF dilakukan langsung oleh offtaker-nya, PT Semen Jawa. Ini model replikasi yang ideal untuk daerah lain," ujar Herman.
RDF, lanjutnya, tidak hanya mengatasi tumpukan sampah, tapi juga memberi dampak ekonomi yang konkret, seperti di TPA Cimenteng, dimana biaya produksi mencapai sekitar 200 ribu per ton, sementara offtaker siap membelinya pada harga Rp300 ribu per ton.
"Artinya ada margin yang sehat, ada nilai ekonominya. Ini yang membuat RDF menjadi sustainable," katanya.
