Antarajawabarat.com - Kelompok Teater Payung Hitam menggelar pertunjukan bertajuk "Merah Bolong" dalam rangka HUT ke-70 Kemerdekaan RI di Studio Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kota Bandung.
"'Merah bolong' itu pertunjukan teater kontemporer berbasis teater tubuh. Melalui pertunjukan itu digambarkan pada masyarakat kendati telah merdeka tapi masih dijajah oleh bangsa sendiri," kata Sutradara Rachman Sabur di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan judul "Merah Bolong" adalah masterpiecenya teater Payung Hitam selain "Kaspar". Batu yang disetting berserakan di lantai dan digantung menandakan kekuasaan bahwa segala kebijakan yang berlaku harus dipatuhi masyarakat, batu yang digantung menjadi representasi kekuasaan absolut yang dapat menghantam kepala siapa saja yang tidak sejalan.
"Di awal cerita menggambarkan orang kesakitan sedang mengambil batu, setiap kali mengambil batu, batu yang sudah ada kemudian hilang. Akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa kemudian mati dengan tangan mengepal ke atas pertanda masih ada perlawanan," katanya.
Dia mengatakan secara keseluruhan cerita akan muncul kesan adanya kesia-siaan di usia Indonesia ke-70 ini, namun di sisi lain kita tetap melakukan perlawanan dalam bentuk sikap. Para aktor dengan pakaian setengah telanjang dan raut muka kesakitan sebagai gambaran komunitas masyarakat terjajah akibat kebijakan yang sepihak.
"Merah Bolong" hadir dengan performa lebih sublim yang menunjukan kedalaman kritis tentang kekuasaan yang memberatkan rakyat dan terjadi dimana saja, kapan saja dan kepada siapa saja.
"Pertunjukan ini merupakan ekspresi kami terhadap permasalahan kehidupan, minimal kita menyampaikan keresahan kita dan mengajak penonton untuk kritis terhadap kebijakan apapun agar di usia Indonesia ke-70 ini kita benar-benar merdeka," katanya.
Pertunjukan yang sama akan digelar di Solo pada November mendatang dan Amerika pada Desember. Sebelumnya pertunjukan pernah digelar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 11 hingga 13 Agustus.
"Persiapan dilakukan selama 4 bulan untuk membiasakan aktor dengan setting panggung, karena kebayang jika tidak dibiasakan aktor akan kesakitan karena akting di atas lantai berbatu. Ada perbedaan dari pertunjukan sebelumnya, kalau dulu memakai topeng, sekarang tidak," katanya.
Menurutnya topeng membuat jarak pandang aktor menjadi terbatas, sehingga sering kali terjadi kecelakaan dan mengaburkan konsentrasi. Akibatnya aktor kesulitan berperan secara natural sementara mereka dituntut untuk tetap konsentrasi, sadar diri dan sadar ruang.
"Dari pertunjukan ini berharap, realistis saja karena tidak dapat mengubah kebijakan apapun. Minimal kami memberikan kesadaran kepada penonton agar kritis terhadap segala kebijakan," kata Rachman Sabur menambahkan.
