Dalam pandangan penulis, pasukan ini bersifat komando khusus, yang tidak hanya melibatkan pasukan militer di setiap matra, tetapi juga membuka diri terhadap warga sipil dan swasta dengan kapasitas yang mereka miliki. Syaratnya dengan perekrutan yang ketat untuk menguji nasionalisme dan mencegah kemungkinan terjadinya upaya penyusupan.
Kenapa? Karena bagaimanapun, setiap penanggulangan insiden serangan siber membutuhkan kapasitas yang harus selalu diperbaharui (up to date) dan lintas sektor. Inilah yang disebut “pertahanan rakyat semesta” di dunia digital atau “pertahanan digital gotong royong.”
Pada akhirnya, dalam konteks kepemimpinan Indonesia, Presiden terpilih Prabowo Subianto dituntut untuk mampu mencermati perkembangan cyber warfare yang bentuknya semakin rumit.
Dengan menyatukan kekuatan dari berbagai sisi, membangun sinergi dengan seluruh elemen bangsa, diharapkan mampu mengantarkan kita untuk mengolah potensi unggulan nasional guna membangun kekuatan nasional yang kuat dan tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
*) Ngasiman Djoyonegoro adalah Analis Intelijen, Pertahanan dan Keamanan
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mencari relevansi dan bentuk Tentara Siber Indonesia