Serangan malware dirancang untuk tujuan merusak dan menghancurkan jaringan yang ada di dalam sebuah perangkat. Melalui malware, peretas dapat mencuri data-data, serta informasi pribadi dari perangkat pengguna untuk tujuan kejahatan seperti penipuan, pencurian dan penyalahgunaan data.
Sementara itu berdasarkan laporan AwanPintar.id, sebuah perusahaan jasa keamanan digital, total seluruh serangan siber di Indonesia mencapai 2,4 miliar selama semester pertama 2024. Angka ini naik drastis daripada semester sama tahun lalu, yang jumlahnya 347 juta serangan.
Tanpa antisipasi, serangan ini akan dengan cepat menjadi ancaman kedaulatan yang nyata. Sebagai contoh, Stuxnet menyerang program nuklir Iran (2010). Ini adalah salah satu serangan siber paling canggih dalam sejarah. Malware tersebut menyebar melalui perangkat USB yang terinfeksi dan menargetkan sistem akuisisi data dan kontrol pengawasan. Menurut sebagian besar laporan, serangan tersebut merusak kemampuan Iran untuk memproduksi senjata nuklir.
Pemerintah Indonesia perlu melihat ke dalam bagaimana melihat situasi di atas. Secara hukum, Indonesia memiliki sejumlah kerangka kebijakan untuk mewujudkan kedaulatan digital seperti UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), serta kebijakan data dan informasi digital lainnya. Akan tetapi, jika melihat begitu signifikannya serangan digital ke negeri ini, rasanya sangat sulit untuk mempertahankan kedaulatan digital tanpa upaya terobosan baru.
Gagasan untuk pengembangan pasukan siber cukup relevan jika diterapkan dalam konteks situasi yang sedang dihadapi saat ini. Tentu saja tak bisa berdiri sendiri. Penguatan tiga aspek kedaulatan siber dikembangkan secara bersamaan.
Pertanyaannya, pasukan siber seperti apa yang hendak dibentuk?
Secara prinsip, pasukan siber merupakan sekelompok prajurit yang sangat terampil dalam teknologi informasi dengan keterampilan siber. Kekuatan militer siber tidak terlihat di permukaan untuk menjaga keamanan siber nasional. Pasukan siber memiliki kemampuan untuk meluncurkan serangan siber dan mengumpulkan informasi guna memperoleh keuntungan militer yang strategis.
Dalam kamus pasukan siber, meski secara sosial kehidupan sedang berlangsung damai, pada kenyataannya dunia siber selalu dalam keadaan siaga perang. Kapan saja bisa diserang. Sebaliknya, kapan saja bisa menyerang. Situasi inilah yang perlu disadari oleh semua pihak.
Berbagai kebocoran data, serangan DDoS (Distributed Denial of Service) dan serangan ransomware belakangan ini dalam perspektif militer adalah bentuk peperangan di dunia siber. Karenanya, perlu dikembangkan pasukan khusus untuk fungsi perlindungan dan penyerangan.
Telaah - Mencari relevansi dan bentuk Tentara Siber Indonesia
Selasa, 10 September 2024 12:40 WIB