Jakarta (ANTARA) - Barisan rapi lemari besi berukuran tinggi menjadi pemandangan pertama tiap kali lift terbuka di lantai tujuh Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Suasana sunyi dan temaram juga seketika menghampiri akibat sinar matahari yang hampir tidak dapat menembus masuk. Setiap sisi jendela kacanya terhalang bangunan tembok tinggi.
Pada lantai tujuh ini, karya sang Burung Merak dan Binatang Jalang beristirahat dari hiruk pikuknya panggung pertunjukan.
Binatang Jalang adalah julukan untuk Chairil Anwar, penyair yang memelopori Angkatan 45 dalam Kesusastraan Indonesia, sedangkan Burung Merak ditujukan kepada sastrawan WS Rendra yang karya-karyanya dinilai memiliki estetika tinggi.
Bukan hanya goresan pena para maestro sastra Tanah Air, belasan lembar berisikan deretan abjad Jawi juga beristirahat dengan tenang di lantai tujuh.
Ribuan dokumen yang tersimpan pada PDS HB Jassin mulanya adalah hasil pengarsipan pribadi HB Jassin yang dikenal sebagai 'paus' bagi dunia sastra Indonesia.
Lambat laun, jumlahnya kian bertambah sebab para sastrawan lain dengan sukarela menitipkan dokumentasi masing-masing.