Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi agar pemanfaatannya sesuai amanat Undang-Undang Energi. Berdasarkan Undang-undang itu, subsidi energi diperuntukan bagi masyarakat tidak mampu dan miskin. Upaya ini dilakukan karena kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM bersubsidi belum terbangun.
“BBM bersubsidi perlu dikendalikan karena jumlahnya terbatas, konsumen penggunanya telah ditentukan dan tanggung jawabnya melekat pada pengguna yang apabila terjadi penyimpangan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Area Manager Communication, Relation & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat, Eko Kristiawan.
Dalam pelaksanaannya, kata Eko, pihaknya masih mendapati masyarakat yang tidak menggunakan jenis BBM sesuai kapasitas mesin kendaraannya. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam pendistribusian subsidi energi. Belum lagi ada oknum tertentu yang melakukan kecurangan, terutama untuk solar bersubsidi. “Kendala lebih pada pengguna yang belum semuanya sesuai dengan kriteria dan masih ada penyimpangan BBM Subsidi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Agar distribusi BBM bersubsidi tepat sasaran, warga pun dihimbau agar bertransaksi dengan QR Code saat membeli BBM di SPBU. Untuk mendapatkan QR Code, warga harus mendaftarkan kendaraan mereka melalui laman https://subsiditepat.mypertamina.id/. Setelah mendaftarkan kendaraan, pemerintah juga melakukan pemeriksaan dan pencocokan data serta uji coba full cycle Program Subsidi Tepat.
Menurut anggota Komite BPH Migas, Yapit Sapta Putra, ada beberapa kriteria untuk memastikan BBM subsidi tepat sasaran. Mulai dari regulasi yang mendukung, database yang mumpuni, mekanisme distribusi dan beneficiary, dalam hal ini masyarakat. "Semuanya harus support dan saling terkait,” ujarnya.
Untuk mengoptimalkan distribusi BBM bersubsidi, pemerintah tengah merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014. Dalam aturan itu akan dijelaskan kriteria warga maupun kendaraan yang layak mengonsumsi BBM bersubsidi. "Draft Revisi Perpres 191 sudah disampaikan kepada pemerintah. Semoga bisa segera menjadi produk perundangan untuk membantu penyaluran yang lebih baik,” kata Yapit.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, masyarakat Indonesia sebagai konsumen BBM, masih sensitif terhadap harga. Mereka akan memilih BBM yang lebih murah, walau sebenarnya tidak cocok dengan spesifikasi mesin kendaraannya. “Fenomena ini masih kuat, karena dipicu adanya jenis BBM bersubsidi yang murah di pasaran,” katanya.