Jakarta (ANTARA) - Cirebon Power mendukung kebijakan pemerintah yang telah meluncurkan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik sebagai upaya menjaga lingkungan dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Wakil Direktur Utama Cirebon Power Joseph Pangalila menuturkan berlakunya mekanisme perdagangan karbon bakal menjadi dorongan bagi pembangkit listrik untuk semakin berupaya menekan emisi.
"Bahwa kita harus menjaga lingkungan dengan lebih baik lagi dan kita juga harus terus memerhatikan emisi gas rumah kaca dan berusaha selalu untuk menurunkannya," kata Joseph dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Joseph saat menerima Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) di sela acara peluncuran "Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik" di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta.
Ia mengatakan pembangkit Cirebon Power Unit I maupun Unit II terbukti mampu menekan emisi karena menggunakan teknologi ramah lingkungan "super critical boiler" dan "ultra super critical". Keunggulan teknologi itu, sekaligus bentuk komitmen perusahaan menjaga agar emisi pembangkit tetap di bawah ambang batas.
"Saat ini, PTBAE-PU yang kita terima surplus, artinya tingkat emisi di bawah batas yang diberikan pemerintah, ini yang akan kita pertahankan terus untuk kita pakai ke depan," ujarnya.
Perdagangan karbon ialah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui jual beli unit karbon. Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
Regulasi tersebut akan menjadi acuan nilai ekonomi karbon, termasuk kegiatan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik.
Menteri ESDM Arifin Tasrif meyakini perdagangan karbon akan menarik peran serta pelaku usaha untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca.