Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun sekitar satu persen di perdagangan Asia pada Senin sore, setelah naik di sesi sebelumnya, karena investor fokus pada kekhawatiran permintaan jangka pendek yang berasal dari data penting inflasi AS mendatang dan pemeliharaan kilang-kilang di Asia dan Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 86 sen atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di 85,53 dolar AS per barel pada puiul 07.15 GMT, setelah terangkat 2,2 persen pada Jumat (10/2/2023).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS jatuh 89 sen atau 1,1 persen menjadi diperdagangkan di 78,83 dolar AS per barel, setelah menguat 2,1 persen di sesi sebelumnya.
"Harga minyak mentah melemah karena pedagang energi mengantisipasi prospek permintaan minyak mentah yang berpotensi melemah, karena laporan inflasi penting dapat memaksa Fed untuk memperketat kebijakannya jauh lebih agresif," kata Edward Moya, analis senior di OANDA, mengacu pada data harga konsumen AS yang akan dirilis 14 Februari.
"Minggu ini bisa memberikan momen sukses atau gagal dalam seberapa buruk resesi yang diperkirakan Wall Street."
Federal Reserve AS telah menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa langkah tersebut akan memperlambat aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Selain itu, dimulainya kembali ekspor minyak Azerbaijan pada Minggu (12/2/2023) di terminal Ceyhan Turki juga meredakan kekhawatiran pasokan, kata analis Tina Teng di CMC Markets.
Terminal telah rusak akibat gempa dahsyat yang melanda Turki dan Suriah pekan lalu. Ini adalah tempat penyimpanan dan pemuatan pipa yang membawa minyak dari Azerbaijan dan Irak.