ANTARAJAWABARAT.com,14/5 - Lembaga Bantuan Hukum Bandung mempertanyakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih di Pemerintah Kota Bandung dengan begitu banyak pembangunan yang melanggar peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan wilayah serta lingkungan hidup.
Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya LBH Bandung Samuel Situmorang di Bandung, Senin, mengatakan pembangunan di Kota Bandung yang semakin semrawut telah menyalahi Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang dan wilayah serta Perda No 1 Tahun 2008 tentang ruang terbuka hijau.
Bahkan, lanjut dia, pembangunan tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan itu juga melanggar Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Hidup dan Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena berpotensi melanggar hak manusia untuk hidup sehat dan layak.
Pelanggaran juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung karena semakin banyak bangunan cagar budaya yang dihancurkan dan dibangun kembali demi kepentingan komersial. Padahal, Pemkot Bandung harus mengawasi dan melindungi bangunan bersejarah seperti diamanatkan dalam Perda No 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Cagar Budaya.
"Indikasi pemerintahan yang bersih dan baik di Pemerintah Kota Bandung dengan demikian dipertanyakan, parameternya adalah tata ruang yang semrawut," ujarnya.
Menurut dia, warga kota yang menanggung dampak paling berat dari pembangunan semrawut yang lebih mengutamakan kepentingan segelintir investor itu sebenarnya bisa memberikan pelajaran kepada Pemkot Bandung dengan mengajukan gugatan untuk menghentikan pembangunan yang melanggar Perda dan UU.
"Gugatan itu bukan dimaksudkan untuk menyerang seseorang atau pejabat tertentu, tetapi merupakan pelajaran dari warga yang mengambil haknya untuk menempuh jalur hukum atas hak-haknya yang telah dirugikan oleh pemerintah," tutur Samuel.
LBH bersama warga Rancabentang pernah berhasil menghentikan pembangunan sebuah hotel di kawasan Rancabentang, Bandung, karena melanggar rencana tata ruang dan wilayah serta lingkungan hidup. Gugatan yang dimulai dari PTUN Bandung itu dimenangkan sampai tingkat kasasi.
Kunci utama keberhasilan gugatan itu, menurut Samuel, adalah kekompakan warga yang tidak ingin kualitas hidupnya menurun karena pembangunan yang tidak mempertimbangan aspek keselamatan lingkungan.
Sementar itu, Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) Ridwan Kamil menyatakan ketidakjelasan perijinan menjadi pangkal masalah pembangunan di Kota Bandung sehingga warga kota kembang itu harus menghadapi banjir dan macet dalam keseharian kehidupan mereka.
Pemberian ijin yang tidak transparan itu, menurut Ridwan, yang memberi celah pada praktik korupsi dan kolusi sehingga akhirnya pembangunan yang menyalahi tata ruang dan wilayah, lingkungan hidup, serta arti sejarah dapat dilakukan.
Ridwan yang berprofesi sebagai arsitek itu mencontohkan sebuah praktik transparansi perijinan pembangunan yang bagus seperti yang berlaku di China. Menurut dia, pemerintah China mewajibkan para pengembang untuk memamerkan desain dan rencana pembangunan sebelum memberi ijin sehingga warga sekitar dapat mengetahui secara jelas rencana pembangunan tersebut dan dapat menyatakan pendapat mereka.
"¿Warga kota tidak akan memprotes pembangunan kalau sejak awal pembangunan itu dilakukan secara transparan. Tetapi di sini kan tidak, perijinan itu menjadi wilayah abu-abu yang bisa membuka pintu untuk praktik korupsi," demikian Ridwan. ***3***
Diah