Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga orang-orang kaya, yang kerap disebut "crazy rich", melakukan tindak pidana pencucian uang.
Menurut dia, analisis PPATK terhadap dugaan penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal ditemukan adanya transaksi pembelian aset mewah berupa kendaraan, rumah, perhiasan, dan aset lainnya yang wajib dilaporkan penyedia barang dan jasa (PBJ) sebagai pihak pelapor kepada PPATK, tapi dalam pelaksanaannya tidak dilaporkan kepada PPATK.
"Mereka yang kerap dijuluki 'crazy rich' ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi," ujar Kepala (PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya yang diterima ANTARA di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan dugaan melakukan penipuan semakin menguat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa di mana mereka membeli.
"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam peraturan PPATK," kata Kepala PPATK.
Dalam melaporkan berbagai jenis laporan yang telah diatur oleh negara, peran pihak pelapor PPATK sangatlah penting dan krusial, tak terkecuali penyedia barang dan jasa.
Pihak pelapor, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sangsi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.
PPATK duga "Crazy rich" lakukan tindak pidana pencucian uang
Senin, 7 Maret 2022 6:47 WIB