ANTARAJAWABARAT.com,16/10 - Warga yang tinggal di daerah perbatasan kurang diperhatikan kesejahteraannya karena tampaknya pemerintah menganggap mereka tinggal "di belakang rumah" bukan di "gerbang rumah," demikian Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Heriyono Drs, M.Psi, Minggu.
Ia memberi tanggapan tersebut saat dimintai komentarnya terkait isu pencaplokan Camar Bulan dan Tanjung Datu di Kalimantan Barat oleh negeri Malaysia.
"Masyarakat yang tinggal di perbatasan kualitasnya hidup sangat rendah . Jangan anggap mereka tinggal di 'gudang' sehingga tidak perlu diperhatikan. Pemerintah harus membuat mereka hidup nyaman dengan fasilitas yang tuntas," ujarnya.
Menurutnya, apabila warga perbatasan tidak dianaktirikan oleh pemerintah, bisa dipastikan mereka tidak akan mudah tergoyah oleh iming-iming yang sering dilakukan pihak Malaysia sehingga akhirnya berpindah kewarganegaraan.
Solusi terbaik yang dilakukan pemerintah saat ini adalah perbaiki kesejahteraan dan "road map master plan" pembangunan.
"Karena master plan yang dimiliki pemerintah saat ini sangat sulit diaplikasikan dan tidak sedikit yang tidak sejalan dengan kondisi geografis masyarakat Indonesia," ujarnya.
Pemenuhan kesejahteraan yang dilakukan pemerintah, sambungnya, bisa berupa penyediaan lapangan pekerjaan dan perbaiki sejumlah infrastruktur penting sehingga bisa meningkatkan rasa kebanggan warga yang tinggal di daerah perbatasan. Selama ini, harus diakui bahwa nasionalisme warga perbatasan mudah goyah.
"Sebab, mereka pasti akan membandingkan dengan warga lainnya yang tinggal di Malaysia ternyata hidupnya sejahtera dan sangat diperhatikan oleh pemerintahnya," ujarnya.
Seperti diberitakan, dari hasil kunjungan kerja, Komisi I DPR menemukan Malaysia telah mencaplok wilayah RI di Kalimantan Barat. Di Camar Bulan, tanah RI hilang 1.400 hektare dan di Tanjung Datu pantai RI hilang 80.000 meter persegi.***6***
Hedi A