Jakarta (ANTARA) - Reformasi 1998 telah berhasil memposisikan institusi militer berada di bawah supremasi sipil. Profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) diukur dari fokus tugas TNI pada pertahanan negara, keterlibatan terbatas TNI dalam urusan sipil, dan ketidakterlibatan TNI dalam politik dan bisnis. Di era demokrasi digital sekarang ini, profesionalisme juga diukur dari sejauh mana TNI memainkan peran dalam membangun pertahanan siber.
UU Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia memberikan landasan jelas tentang profesionalisme TNI. Dalam undang-undang ini TNI berfungsi sebagai alat negara di bidang pertahanan. Dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI tunduk pada Presiden. Secara administrasi, TNI di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Inilah yang melandasi profesionalisme TNI. TNI profesional bergerak berdasarkan keputusan dan kebijakan politik negara.
Profesionalisme TNI di domain siber perlu dipersiapkan dengan matang. Domain siber adalah domain perang baru di samping domain darat, laut dan udara. Selain muncul kebutuhan untuk merumuskan strategi dan kebijakan pertahanan yang berwawasan siber, juga muncul kebutuhan agar TNI membangun profesionalisme di ranah siber. Hal ini diperlukan agar tantangan yang terjadi di atas dapat diantisipasi.
Di dunia siber, perbedaan klasik antara aktor militer dan sipil, publik dan swasta serta nasional dan internasional kurang jelas. Semua bercampur menjadi satu. Pada satu waktu, serangan siber menyerang objek strategis milik swasta, seperti bank swasta, tetapi berpengaruh secara luas terhadap warga negara dan mengganggu stabilitas nasional.
Pada saat yang sama, infrastruktur negara, seperti telekomunikasi dan peralatan militer juga perlu dilindungi dari serangan siber. Singkatnya, serangan siber dapat dilakukan oleh siapa saja terhadap siapa saja, tapi tujuannya jelas, yaitu melemahkan stabilitas satu negara.
Merumuskan peran TNI di dunia abu-abu tidak serta merta menggunakan kerangka berpikir yang diatur dalam struktur kebijakan saat ini, karena serangan siber bersifat menyeluruh. Di samping itu, TNI selain melindungi infrastruktur strategis organisasi miliknya dari serangan siber, juga melindungi infrastruktur strategis nasional dan seluruh aktor di dalamnya. TNI bakal kewalahan mengatasinya.
Sejumlah negara, pada umumnya mendefinisikan peran militer pada domain siber dengan cara mengadaptasi mandat dari institusi yang ada. Tapi itu tidak cukup. Negara membutuhkan pendekatan baru, yaitu pendekatan komprehensif untuk membangun pertahanan siber. Artinya, koordinasi antara semua pemangku kepentingan, dan kerja sama antara aktor pada sektor publik, swasta, dan militer mutlak dibutuhkan.
Artikel - Profesionalisme TNI pada era pertahanan siber
Senin, 22 November 2021 14:15 WIB