Bandung (ANTARA) - Endang menjelaskan perlunya dibentuk Undang-Undang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNbh) dalam sidang promosi doktor di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 27 Agustus 2021.
Secara mendalam pemikiran tersebut tertuang dalam naskah disertasi dengan judul disertasi "Tata Kelola Bidang Kepegawaian pada Perguruan Tinggi Negeri badan hukum dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus di Universitas Pendidikan Indonesia)".
Pada awal sidang promosi doktor, Endang menjelaskan berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan perguruan tinggi, khususnya pada perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNbh). Endang mengungkapkan bahwa salah satu permasalahan di PTNbh bukan hanya terkait dengan masalah kebijakan di bidang kepegawaian, tetapi terkait juga dengan masalah kebijakan di bidang keuangan dan aset atau sumber daya lainnya yang saat ini penanganannya bersifat parsial sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri.
Menurut Endang, untuk mengatasi semua permasalahan di dalam penyelenggaraan PTNbh, perlunya dibentuk Undang-Undang PTNbh yang akan mewadahi, menaungi dan melingkupi semua aspek di PTNbh, sehingga membawa dampak strategis dalam tata kelola bidang akademik dan bidang nonakademik, yang pada gilirannya memberikan jaminan perlindungan, perlakuan hukum yang adil, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama bagi pegawai PTNbh sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam mengemban amanat menunjang penyelenggaraan perguruan tinggi untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih lanjut, Endang menjelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang PTNbh ini dimaksudkan dalam rangka menerapkan Good University Governance untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu melalui Reinventing the University, yaitu menemukan kembali potensi universitas, sebagaimana dikemukakan oleh Hamid Shirvani, Presiden California State University dalam karya Haris tahun 2009 tentang kebutuhan Universitas untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi serta harus menemukan kembali jati dirinya dengan merekayasa ulang apa yang telah dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Undang-Undang PTNbh ini nantinya akan menetapkan PTNbh sebagai lembaga Suigeneris karena PTNbh dinilai memiliki karakteristik yang khas dan memiliki keunikan dalam implementasinya, sehingga beralasan menegaskan bahwa otonomi PTNbh bersifat inheren untuk menjamin kemandirian dalam membuat keputusan dan menetapkan kebijakan secara mandiri.
Endang. menambahkan, Reinventing the University sangat tepat dikaitkan dengan konsep dan kebijakan tentang MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang digulirkan Mas Menteri Nadiem Makarim belum lama ini, antara lain melalui langkah-langkah penyiapan sumber daya aparatur PTNbh yang siap dan mampu mendukung operasionalisasi konsep-konsep MBKM, kemudian melakukan langkah-langkah penyesuaian sistem dan prosedur kerja yang berorientasi pada efisiensi dan efektivitas kerja, dan penyempurnaan peraturan-peraturan yang bersifat futuristis untuk mengakomodasi setiap perubahan yang senantiasa terjadi dari waktu ke waktu.
Reinventing the University dipandang sangat mendukung dalam upaya transformasi kelembagaan di dalam penegakan otonomi PTNbh secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip Good University Governance. Selain itu, Reinventing the University akan menjadi titik temu dan menguatkan kebijakan Reformasi Birokrasi termasuk kebijakan debirokratisasi di PTNbh. Hal ini bisa dilakukan melalui langkah-langkah rekayasa berupa manajemen perubahan.
Endang menekankan, seiring dengan perubahan masyarakat, universitas harus mampu beradaptasi, mengevaluasi kembali, merekayasa ulang, dan menerapkan cara-cara baru dalam melakukan hal-hal yang memungkinkan universitas menjadi lebih efisien dan akuntabel, dengan tetap menjaga kualitas program akademik dan layanan kepada mahasiswa. Universitas Negeri dapat tetap setia pada misi pendidikan mereka yang beragam dengan mempertahankan yang terbaik dari masa lalu, tetapi Universitas juga harus dengan berani membentuk kembali dan menghidupkan kembali Universitas untuk masa depan sebagai perannya dalam otonomi perguruan tinggi.
Dengan mencermati pengertian dan hakikat otonomi perguruan tinggi, otonomi perguruan tinggi dalam perspektif hukum pendidikan, serta keunikan dalam pengelolaan pendidikan tinggi maka dalam hal pengelolaan pendidikan tinggi pada PTNbh, cukup beralasan bahwa regulasi sistem kelembagaan PTNbh perlu diatur dengan Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi Negeri badan hukum (UU PTNbh). Sebab UU Dikti yang menaungi Otonomi PTNbh saat ini bukanlah lex specialis terhadap UU lainnya, sehingga antara UU Ketenagakerjaan (UU Naker), UU Aparatur Sipil Negara (ASN), dan UU Keuangan Negara atau UU mengenai Aset/Barang Milik Negara, serta peraturan perundang-undangan turunannya menjadi terkotak-kotak dan kemudian menimbulkan multitafsir yang pada gilirannya membuat kebingungan bagi pimpinan PTNbh.
Model Pendidikan Kewarganegaraan untuk Birokrasi
Pada sidang promosi doktor ini, Endang mengembangkan Model Pendidikan Kewarganegaraan untuk Birokrasi (Civics for Bureaucracy). Menurutnya, model ini sebagai salah satu upaya yang (diharapkan) berdampak strategis dalam mempersiapkan para kader bangsa, baik para peserta didik (mahasiswa) maupun para (calon) birokrat, sehingga memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), dan kemampuan kewarganegaraan (civic skill) serta watak kewarganegaraan (civic disposition).
Menurutnya, model ini dapat dikembangkan dalam aktivitas merancang, merumuskan, dan menetapkan, serta mengaktualisasikan berbagai kebijakan kelembagaan publik dalam rangka pengembangan dan pengarusutamaan nilai-nilai demokrasi, humanisasi dan perlindungan hak asasi, kesadaran berkonstitusi, dan kesadaran untuk menegakkan hukum dalam ranah publik yang dialogis yang pada gilirannya berpengaruh kepada masyarakat luas melalui keteladanan dari insan-insan perguruan tinggi.
Pemikiran yang dikembangkan Endang tentang Model Pendidikan Kewarganegaraan untuk Birokrasi (Civics for Bureaucracy) ini diilhami oleh karya Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar SH tahun 2010, tentang Memperkokoh Keilmuan dan Profesionalisme Pendidikan Kewarganegaraan yang mengatakan, bahwaTerdapat pemikiran dalam Ilmu Kewarganegaraan yang melahirkan aliran tradisi dan model Pendidikan Kewarganegaraan yang mempengaruhi pemikiran pengembangan di berbagai negara termasuk di Indonesia dalam ragam pendekatan:(antara lain) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Hak Asasi Manusia, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Hukum.
Oleh karena itu menurut Endang, pengelolaan pegawai di perguruan tinggi berkelindan dengan ragam pendekatan Ilmu Kewarganegaraan. Pemikiran ini didasarkan pada pertimbangan, pertama, dalam rangka Pendidikan Demokrasi, di perguruan tinggi sekelas PTNbh sejatinya ada partisipasi secara efektif dan representatif dari para pegawainya sebagai warga negaradalam merumuskan berbagai kebijakan secara demokratis. Karena faktanya di PTNbh yang ditelitinya, di mana Tenaga Kependidikan sebagai unsur penunjang penyelenggaraaan pendidikan tinggi adalah sebagai pihak yang berkepentingan dan berdampak strategis dalam aktivitas kelembagaan, namun berindikasi tidak banyak dilibatkan secara representatif dalam memberikan masukan terhadap rancangan peraturan yang akan ditetapkan.
Kedua, dalam rangka Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM), di perguruan tinggi sekelas PTNbh sejatinya ada upaya serius dalam penegakan HAM bagi PNS dan non-PNS Tenaga Kependidikan, yaitu adanya komitmen para birokrat/pimpinan perguruan tinggi terhadap HAM dalam penataan organisasi perguruan tinggi dan pengelolaan pegawainya.
Ketiga, dalam rangka Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi, di perguruan tinggi sekelas PTNbh sejatinya peraturan mengenai kepegawaian harus mencerminkan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Karena faktanya di PTNbh yang ditelitinya, berindikasi ada perlakuan yang dipandang diskriminatif terhadap sebagian Tenaga Kependidikan.
Keempat, dalam rangka Pendidikan Hukum, di perguruan tinggi sekelas PTNbh sejatinya ada upaya membangun kesadaran hukum untuk menegakkan hukum bagi para penentu kebijakan publik, di mana akan terbit keputusan-keputusan strategis yang bersifat publik menyangkut kepentingan hukum, dan kepentingan umum tak terkecuali bagi para pegawainya sebagai warga negara. Karena faktanya di PTNbh yang ditelitinya, ada peraturan perundang-undangan antara lain mengenai pengelolaan pegawai yang berdasarkan asas hierarki dan materi muatannya berindikasi bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi.
Endang, lahir di Bandung pada 21 Februari 1962. Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) Program Sarjana Jurusan Hukum Pidana serta Pendidikan Magister STHB Program Studi Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Administrasi Negara.
Mengawali karir sebagai PNS pada tahun 1986 ditempatkan sebagai staf pelaksana Tata Usaha. Sejumlah pengalaman jabatan yang pernah diemban yaitu, Kepala Sub Bagian Hukum dan Tatalaksana, Kepala Seksi Sekretariat pada Sekretariat Universitas UPI, Kepala Divisi Hukum merangkap Kepala Bagian UHTP, Kepala Biro Hukum dan Kesekretariatan UPI, Staf Ahli Bidang Hukum pada kantor Wakil Rektor Bidang Keuangan, Sumber Daya dan Admimistrasi Umum UPI, dan Anggota Majelis Wali Amanat UPI. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2020, Endang memasuki masa Pensiun dengan pangkat Pembina Utama Muda, (Golongan IV/c).
Sejumlah penghargaan yang telah diraih diantarannya penghargaan dari Presiden Republik Indonesia berupa “Piagam Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya”, masing-masing pada tahun 2004 untuk kategori 10 tahun dari Presiden Megawati Soekarnoputri, kemudian pada tahun 2008 untuk kategori 20 tahun dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan pada tahun 2017 untuk kategori 30 tahun dari Presiden Joko Widodo.